Tiga pusat kerajaan yang dikenal dengan nama Sriwijaya muncul di
Jambi, Palembang, dan Kedah di Semenanjung Malaya, Malaysia. Ketiganya
berjaya pada era berbeda dengan rentang waktu hingga 700 tahun. Hingga
kini, masyarakat ketiga kota itu mengklaim, mereka adalah ”keturunan”
asli Sriwijaya.
Abdul Hafiz (35) menemani dua tamu berjalan menuju Candi Gumpung di
kawasan percandian Muara Jambi. Candi yang berada di bagian depan
kawasan cagar budaya ini sudah direkonstruksi oleh ahli arkeologi.
Sebagian batu batanya baru, sebagian lagi masih mempertahankan aslinya.
Setelah berkeliling Gumpung, pria yang dipanggil Ahok itu mengajak
tamunya menyewa sepeda. Dengan sepeda, lebih mudah menjangkau
candi-candi lain yang tersebar di kawasan sepanjang 7,5 kilometer itu.
Melewati jalan setapak yang sudah dicor, mereka mengunjungi Candi
Tinggi, Candi Gedong, Astano, dan candi lain, di sela kebun durian,
duku, dan cokelat milik warga.
Di sela kebun tampak banyak gundukan tanah yang oleh masyarakat
disebut menapo. Menapo tidak boleh diusik warga karena diduga kuat
isinya struktur bangunan. Candi-candi besar yang sudah diekskavasi
dulunya adalah menapo.
”Percandian di Muara Jambi ini sisa kebesaran Sriwijaya yang pusat
kerajaannya di sekitar Kota Jambi. Kami ini keturunan asli Sriwijaya,”
kata Ahok, pencinta sejarah Jambi yang aktif menggali sejarah Muara
Jambi. Situs Muara Jambi terletak 26 km di timur laut Kota Jambi.
Sebagian besar orang Palembang berkeyakinan serupa. Mereka meyakini
pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang. Hal itu dibuktikan dengan
prasasti Kedukan Bukit yang berangka tahun 683 Masehi.
Prasasti tertua beraksara Palawa dan berbahasa Melayu kuno tersebut
bercerita tentang kedatangan Dapunta Hiyan dari Winanga membawa bala
tentara dua laksa dan perbekalan. Di situ ia membuat wanua (kampung)
yang disebut Sriwijaya.
”Klaim senada muncul di Kedah, Malaysia. Orang Kedah menyebut mereka
keturunan Sriwijaya karena Kedah juga pernah menjadi pusat kerajaan
Sriwijaya,” kata arkelog Junus Satrio Atmojo, tim ahli cagar budaya
nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Berafiliasi
Sriwijaya sering digambarkan sebagai emporium yang luas wilayah
kekuasaannya membentang dari Sumatera Selatan hingga ke Jawa, pesisir
Kalimantan, Semenanjung Malaya, Thailand Selatan, dan Kamboja. Banyak
yang menyebut wilayah tadi ditaklukkan dengan kekuatan militer oleh
Sriwijaya. Dengan konsep itu berarti pusat emporium hanya ada di satu
titik, seperti emporium Roma.
Sebagian ahli arkeologi menemukan fakta lain. Dari kajian catatan
sejarah dan prasasti, Junus menganalisis bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya
sebenarnya tidak berada di satu tempat, tetapi berpindah-pindah. Hal ini
sesuai dengan konsep mandala yang dianut agama Buddha.
”Konsep penaklukan dikembangkan oleh Belanda, bukti yang dipakai
hanya prasasti yang isinya kutukan. Bukti lain nyaris tidak ada,” ujar
Junus.
Dari berbagai catatan sejarah, perang pada masa Sriwijaya hanya
terjadi ketika Raja Rajendra Choladewa dari India menyerang Sriwijaya
yang saat itu berpusat di Palembang.
Mandala adalah pusat dunia. Gambaran dunia menurut ajaran
Hindu-Buddha berbentuk persegi empat dengan gunung meru (paling suci) di
tengahnya. Sistem kekuasaan masa kerajaan di Sumatera menganut konsep
Mandala. Raja yang memiliki pengaruh kuat, kerajaannya menjadi pusat
dari kerajaan lain yang lebih kecil di sekitarnya.
Kerajaan-kerajaan kecil itu membangun afiliasi dengan kerajaan besar
untuk mendapatkan pengaruh. Sebaliknya, kerajaan besar berafiliasi
dengan tujuan menguasai pusat-pusat perdagangan. ”Perkawinan menjadi
cara lazim untuk membangun afiliasi. Di sini peran perempuan sangat
penting dalam perpolitikan,” kata Junus.
Melayu kuno
Sebelum muncul Sriwijaya, di Muara Jambi sebenarnya sudah ada kerajaan
bernama Melayu. Keberadaan Kerajaan Melayu (kuno) itu disebut dalam
catatan China, Tang Hui Yao, yang menyebut, pada tahun 645 M Melayu
mengirimkan utusan ke China. Di kawasan percandian Muara Jambi ada
sungai bernama Sungai Melayu. Sungai itu menghubungkan Sungai Batanghari
dengan rawa-rawa di sekitar percandian.
Empat puluh tahun kemudian, muncul catatan (prasasti Kedukan Bukit)
yang menyebut ada Kerajaan Sriwijaya di Palembang pada tahun 683.
Artinya, dalam rentang 40 tahun ada dua kekuatan besar kerajaan di
Sumatera. Namun, Junus yakin Melayu lebih kuat dari Sriwijaya. ”Kalau
Melayu bisa mengirimkan utusan sampai ke China, berarti kerajaan itu
sudah lebih mapan,” kata Junus.
Dari catatan Tang disebutkan, Melayu menjadi bagian dari Sriwijaya.
Namun, kata Junus, tidak bisa serta-merta disimpulkan bahwa ada
ekspedisi militer menyerang Melayu. Sampai sekarang belum ada bukti.
Ia punya teori lain, Melayu bergabung dengan Sriwijaya melalui
diplomasi perkawinan. Namun, belum jelas kenapa nama Sriwijaya yang
muncul.
Ketika berafiliasi, pusat Kerajaan Sriwijaya berpindah ke Palembang.
Selain berafiliasi dengan Melayu, Sriwijaya juga berafiliasi dengan
Kedah di Semenanjung Malaya, kemungkinan melalui perkawinan.
Para ahli menemukan bukti arkeologis di Jambi, Palembang, dan Kedah
yang hampir sama. Candi di Kedah, menurut Junus, mirip di Muara Jambi.
Temuan lain, seperti manik-manik serta keramik berpola dan berangka
tahun sama, pada abad ke-8.
Melalui perkawinan, simbol-simbol mandala raja bisa berpindah ke
keturunannya. Keturunan itu kemudian diangkat menjadi raja berikutnya.
Masa keemasan Sriwijaya di Palembang terjadi pada 850 M. Pada masa
yang sama, kawasan percandian Muara Jambi dibangun. Hal ini dibuktikan
dengan pemeriksaan usia karbon dari tiga candi besar di Muara Jambi,
yakni Candi Gumpung, Tinggi, dan Koto Mahligai. Ketiganya berasal dari
abad ke-8. Belum ditemukan bukti ada candi dibangun abad ke-6 pada masa
nama Melayu dikenal.
Nama Melayu disebut lagi pada tahun 1275 dalam Negarakertagama ketika
Kerajaan Singosari dari Jawa Timur melakukan ekspedisi Pamalayu. Nama
Pamalayu merujuk bahwa ekspedisi menuju ke Melayu.
Terlepas dibangun oleh Sriwijaya atau Melayu, dari beragam
peninggalan, kawasan percandian Muara Jambi didesain menjadi bagian dari
sebuah kota besar. Hal itu, antara lain, dari adanya kanal-kanal yang
mengelilingi kawasan percandian yang mengalirkan air Sungai Batanghari
Selasa, 23 Juli 2013
MISTERI MUARA JAMBI
01.18
No comments
0 komentar:
Posting Komentar