Pages

Selasa, 23 Juli 2013

BISNIS VIRUS PENJAHAT DUNIA


Kontroversi Menteri Kesehatan Endang Rahayu dengan NAMRU dan Bisnis AS di Indonesia


Kecurigaan keberadaan NAMRU-2 (The US Naval Medical Reseach Unit Two) atau “Unit 2 Pelayanan Medis Angkatan Laut Amerika” di Indonesia sebagai alat kepentingan intelijen AS guna melanggengkan bisnis kesehatan AS di Indonesia, dibenarkan pakar intelijen Indonesia yang telah 30 tahun bekerja di bidang intelijen.
*
NAMRU-2
Rekam jejak karir mantan Menteri Kesehatan periode 2009–2014, Endang Rahayu Sedyaningsih dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II banyak menuai kontroversi.
Endang yang dikenal dekat dengan Amerika Serikat (AS), menggantikan Siti Fadillah Supari atas permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 21 Oktober 2009.
Sebelum menjadi menteri, nama Endang jarang disebut-sebut media. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1979 yang memperoleh gelar Master on Public Health dan Doktor Kesehatan Masyarakat di Harvard University, AS tahun 1992 dan 1997 ini, mengawali karirnya sebagai Kepala Puskesmas di Waipare NTT.
Mantan Menteri Kesehatan, Endang Rahayu (Almh)
1983 – Tiga tahun mengabdi di desa, Endang kemudian dipanggil lagi ke Jakarta tahun 1983.
1990 – Dia ditempatkan sebagai pegawai di Dinas Kesehatan Pemerintah DKI Jakarta dan menghabiskan karirnya di Departemen Kesehatan (Depkes) sejak 1990.
2001 – Pada Juli hingga Desember 2001, Endang berkarir di kantor Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, bidang penanganan penyakit menular.
2004 – Pada tahun 2004, Endang diangkat sebagai pejabat fungsional dengan pangkat Peneliti Madya. Pada 26 Januari 2007, Endang dipercaya sebagai Kepala Puslitbang Biomedis dan Farmasi.
2008 – Jabatan sebagai peneliti Madya juga diemban hingga 24 Juli 2008. Sejak 1 Agustus 2008, Endang diangkat sebagai Peneliti Utama pada Puslitbang Bio Medis dan Farmasi.
2009 – Sampai akhirnya, pada 21 Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengangkat Endang sebagai pengganti Siti Fadilah.
Selama menjadi pegawai Depkes, Endang dikenal dekat dengan AS melalui NAMRU Unit 2 (The US Naval Medical Reseach Unit Two) atau “Unit 2 Pelayanan Medis Angkatan Laut Amerika”. Atas kedekatannya itulah, banyak pihak yang menudingnya sebagai antek AS di Indonesia.
Terkait kedekatan Endang dengan Namru, dibenarkan Siti Fadillah. “Dia (Endang) adalah mantan pegawai (Kepala laboratorium) Namru. Dia memang sekarang ini tidak mempunyai jabatan khusus sebagai peneliti biasa,” kata mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, pada Rabu 21 Oktober 2009.
Proyek ini berhenti beroperasi sejak 16 Oktober 2009, karena menuai banyak demonstrasi kecaman. Sebagai mantan pegawai Namru dan pegawai Depkes, Endang diduga keras mempertahankan keberadaan Namru-2.
demo anti-namru
Hal itulah yang membuat mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari berang dan menuding Endang menjual virus flu burung ke luar negeri tanpa seizinnya!
Endang dinilai lebih mementingkan AS dengan bisnis kesehatannya ketimbang Indonesia. Akhirnya Siti menskors dan melakukan mutasi kepada Endang menjadi staf biasa.
Namun, dengan entengnya, saat itu Endang menjawab hanya persoalan suka tidak suka seorang pimpinan terhadap bawahan.
Ketika Endang dipilih menjadi menkes untuk menggantikannya, Menkes lama Siti Fadilah Supari  menyampaikan keterkejutannya. Ia tersentak karena Endang dipilih presiden SBY sebagai Menkes baru.
“Ibu Endang ini adalah orang yang paling dekat dengan Namru diantara dengan semua pegawai Depkes,” ujar Siti Fadilah. Sejak mencuatnya kontroversi tentang keberadaan Namru-2, banyak informasi yang masuk antara lain:
  • Namru-2 habis masa kontraknya sejak tahun 2000.
  • Staff Namru diberi kekebalan diplomatik (dibebaskan dari pajak dan disediakan tempat tinggal oleh pemerintah Indonesia)
  • Menkes Fadilah pernah dipersulit untuk masuk Namru-2 padahal sejatinya Namru-2 didirikan diatas lahan milik depkes sendiri di Jl. Percetakan Negara no.29 Rawasari, Jakarta Pusat (lihat lokasi via satelit)
  • Peneliti Namru-2 bebas bergerak ke seluruh pelosok negeri untuk mengambil sampel virus dari darah orang Indonesia.
  • Namru-2 dikatakan bergerak dibidang kesehatan akan tetapi personilnya dari US Navy. So that means: tentara Amerika hidup bebas dan berkeliaran dinegara ini dengan kedok penelitian kesehatan.
  • Keberadaan Namru-2 selama 38 tahun tidak transparan. Seperti dilaporkan banyak pihak, lembaga riset medis angkatan laut AS tersebut tidak pernah melaporkan hasil penelitian kesehatan selama ini di Indonesia (Media Indonesia, 22/4/2008 )
  • Namru2 ditengarai mengambil sampel virus dari Indonesia untuk kemudian diolah menjadi senjata biologi.
Logo Namru-2 AS-Indonesia di pintu kaca depan di Jl. Percetakan Negara no.29 Rawasari, Jakarta Pusat
Namru-2 adalah sebuah laboratorium penelitian biomedis yang meneliti penyakit menular demi kepentingan bersama AS, Departemen Kesehatan RI, dan komunitas kesehatan umum internasional.
Namru-2 didirikan pada 1970 atas permintaan Departemen Kesehatan RI.
Kegiatan penelitian bersama ini menitikberatkan pada malaria, penyakit akibat virus seperti demam berdarah, infeksi usus yang mengakibatkan diare dan penyakit menular lainnya termasuk flu burung. Penelitian Namru-2 hanya berhubungan dengan penyakit-penyakit tropis yang terjadi secara alamiah.
Kecurigaan Namru-2 sebagai alat kepentingan intelijen AS guna melanggengkan bisnis kesehatan AS di Indonesia itu dibenarkan pakar intelijen Laksamana Muda (Purn) Subardo. Hal itu diketahuinya setelah 30 tahun bekerja di bidang intelijen, serta pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) tahun 1986-1998.
“Kalau saya pribadi yakin itu ada motif intelijen dari Amerika. Saya kan kerja di bidang intelijen ini sejak Letnan hingga bintang dua (Laksamana Muda). Lebih dari 30 tahun,” ungkap Subardo di sela-sela Seminar Hari Kesadaran Keamanan Informasi (HKKI) di Fakultas MIPA UGM, Yogyakarta, pada Jumat 25 April 2008.
Ungkapan Subardo, diperkuat dengan hasil karya ilmiah Endang yang sejalan dengan misi Namru-2 yang diduga digunakan sebagai bahan penelitian intelijen AS guna mendapatkan vaksin atau obat penawar virus flu burung di Indonesia.
Berikut beberapa karya ilmiah Endang tentang kesehatan:
1. Pengembangan Jaringan Virologi dan Epidemiologi Influenza di Indonesia (2007),
2. Karakteristik kasus-kasus flu burung di Indonesia (Juli 2005-Mei 2006), dan
3. Kajian penelitian sosial dan perilaku yang berkaitan dengan Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS di Indonesia (1997-2003).
Kedua Menkes saat serah terima jabatan menteri kesehatan Endang Rahayu (kiri) dan menkes sebelumnya Siti Fadilah Supari (kanan)
Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak“, yang cocok menggambarkan sosok mantan Menteri Kesehatan periode 2009–2014, Endang Rahayu Sedyaningsih.
Mantan Kepala Laboratorium di Namru (The US Naval Medical Reseach Unit Two) atau Unit 2 Pelayanan Medis Angkatan Laut ini, diduga bekerja untuk intelijen Amerika Serikat (AS).
Laboratorium Namru berada di kompleks Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan di Jalan Percetakan Negara, Jakarta (lihat lokasi via satelit).
Sebagai jawaban atas dipilihnya Endang menjadi menkes menggantikan Siti Fadilah, maka pada 2007, Siti menulis buku “Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung Konspirasi Amerika Serikat dan Organisasi WHO”, dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung. Buku ini menuai protes dari petinggi WHO dan Amerika Serikat.
Akibat adanya buku Siti tersebut, membuat pemerintah AS dikabarkan menjanjikan imbalan peralatan militer berupa senjata berat atau tank jika Pemerintah RI bersedia menarik buku Siti Fadilah Supari setebal 182 halaman itu.
Majalah The Economist London menempatkan Fadilah sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak flu burung. (baca artikel sebelumnya: Menguak Konspirasi Jahat AS Terhadap Menteri Kesehatan Indonesia, Tentang Virus Flu Burung (H5N1) )
Siti Fadilah dan bukunya “Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung Konspirasi Amerika Serikat dan Organisasi WHO”
Dalam bukunya tersebut, Siti membeberkan topeng intelijen AS pada negara-negara berkembang dan dunia ketiga dengan proyek kesehatannya.
Berawal ketika banyak negara (termasuk Indonesia) dilanda bencana virus Flu Burung.
WHO mewajibkan negara-negara yang menderita virus Flu Burung untuk menyerahkan virusnya ke laboratorium mereka.
Dikatakan, hasil penelitian dari virus tidak diberikan kepada negara penderita (affected countries).
Dia mengambil contoh di Vietnam, yang memiliki karakter seperti Indonesia, dimana penderita penyakit Flu Burung cukup banyak. Vietnam pun memberikan sampel virusnya ke WHO.
Tidak adanya vaksin yang didapat, malah terpaksa untuk membeli vaksin Flu Burung dari salah satu perusahaan farmasi AS dengan harga mahal. Vaksin flu burung yang dijual perusahaan AS itu, diduga didapat dari sampel virus Flu Burung yang ada di Vietnam. Pola seperti ini juga yang diduga dilakukan Namru di Indonesia dengan bantuan Endang.
Bahkan ketika itu, salah satu nara sumber bernama Munarman, pernah menyatakan NAMRU-2 sebagai lab intelijen berkedok medis sehingga layak ditutup, Munarman juga menyebut Jubir Presiden Dino Patti Djalal sebagai agen AS.
“Dino Patti Djalal patut dipertanyakan karena dia mendukung kerjasama laboratorium Indonesia-AS. Seorang jubir presiden menjadi intelijen asing,” ujar Munarman dalam jumpa pers di kantor Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C), Jl Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2008).
Hal tersebut dapat membahayakan negara, karena presiden yang tak tau apa-apa akan ikut menjadi korbannya. Jika presiden menjadi korban kepentingan AS, maka seluruh rakyat akan ikut mejadi korban AS. Tentang keberadaan agen CIA di Indonesia bukanlah cerita dongeng dan isapan jempol.
Selama ini memang sudah disinyalir dan terbukti banyaknya anak bangsa yang mau menjadi antek-antek AS hanya karena uang. Mereka lebih mementingkan uang daripada negara, itu sebabnya mereka dapat dibeli, terbukti mental dan harga diri mereka memang murah.
Kedua Menkes saat serah terima jabatan menteri kesehatan Endang Rahayu (kiri) dan menkes sebelumnya Siti Fadilah Supari (kanan)
Munarman berpendapat, Presiden SBY tentunya juga telah tahu NAMRU-2 melakukan kegiatan intelijen.
“Tapi dia (Presiden – pen) lagi bingung. Menurut saya sih nggak usah bingung, rakyat pasti mendukung NAMRU untuk ditutup,” ujar eks Ketua YLBHI ini.
Menanggapi isu tersebut kala itu, Endang bersikap diplomatis. Dia mengatakan akan tetap bekerjasama dengan Amerika untuk bidang kesehatan. “Tapi bukan dengan Namru. Kami akan lihat nanti bentuk apa yang sesuai,” kata Endang dalam jumpa pers, Kamis 22 Oktober 2009.
Namru- 2 kini pun berganti nama menjadi Indonesia United States Center for Medical Research (UIUC).
Kerja sama Indonesia-Amerika, menurut dia, luas, salah satunya adalah laboratorium biomedis untuk pengembangan vaksin, alat diagnostik, identifikasi virus, bakteri, dan lain-lain.
Ia juga membantah informasi yang mengatakan bahwa dia menjual specimen virus flu burung ke luar negeri. “Apakah saya menjual specimen, tidak benar. Saya tidak menjual specimen,” kata Endang.
Beberapa kalangan tetap masih menduga, ditunjuknya Endang sebagai menteri karena kedekatannya dengan Namru (The US Naval Medical Reseach Unit Two) atau Unit 2 Pelayanan Medis Angkatan Laut Amerika Serikat. Diketahui, Endang pernah menjabat sebagai Kepala Laboratorium di Namru dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, bidang penanganan penyakit menular, pada Juli-Desember 2001.
Dugaan itu diperkuat dengan ditolaknya calon menteri yang sebelumnya disebut-sebut sebagai bakal pengganti Siti, yakni Nila Anfasha Juwita Moeloek dengan alasan tidak memiliki kemampuan menghadapi tekanan pekerjaan yang berat. Padahal, saat berkarir di Departemen Kesehatan (Depkes), Endang memiliki catatan buruk.
Bahkan, Endang tanpa melalui tes kesehatan saat proses seleksi menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Setelah setahun menjabat, Endang divonis mengidap kanker oleh RSPAD Gatot Subroto. Masyarakat melihat, banyak terjadi kejanggalan. Hal ini inilah yang menjadi polemik.

Namun, terpilih dan tidaknya seorang calon menteri, tetap tergantung SBY. Semua, dikembalikan kepada dia yang memutuskan orang tersebut layak atau tidak.
Karena tes yang dijalankan oleh seorang calon menteri, hanya bagian dari penilaian awal dan bukan akhir. Banyak kalangan menduga, sikap SBY erat hubungannya dengan intervensi AS dan politik yang dianutnya.
Seperti diketahui, Endang meninggal dunia pada hari Rabu (2/5/2012) lalu sekira pukul 11.41 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, setelah berjuang melawan penyakit kanker yang dideritanya sejak 1,5 tahun lamanya. Endang meninggal dalam usia 57 tahun.
Bahkan penyakit kanker paru-paru yang diderita Endang juga sempat membuat kontroversi. Penyakit kanker yang tiba-tiba muncul hanya dalam tempo 1,5 tahun saja sudah dapat merengut nyawanya. Apalagi ia bukan perokok dan riwayat kesehatannya juga tidak menjelaskan adanya sel kanker di dalam tubuh Endang.
Mengingat Endang adalah menkes, maka medical check-up selalu dilakukan terhadap dirinya secara rutin sebagai menteri kesehatan. Walau ada gejala sel kanker-pun, namun jika selalu melalukan medical check-up secara rutin maka gejala kanker akan terdeteksi pada tahap awalnya dan dapat disembuhkan.
Dalam beberapa kali medical check-up, Endang memang sempat melakukannya di AS. Maka timbul pertanyaan, apakah mungkin ia sempat diberikan obat, minuman atau suntikan yang dapat menyebabkan kanker paru-paru?
Misalkan jawabannya iya, maka timbul pertanyaan selanjutnya, mengapa kanker paru-paru tersebut tak dapat terdeteksi sejak awal? Ataukah memang sel kanker jenis ini tak dapat terdeteksi dan bereaksi sangat cepat?
Kontroversi selanjutnya adalah terhadap mantan menkes sebelum Endang, yaitu Siti Fadilah yang kini disinyalir melakukan tindak korupsi. Timbul pertanyaan untuknya, apakah korupsi yang dituduhkan terhadap Siti adalah juga hasil rekayasa antek-antek AS yang ber-KTP dan berkewarganegaraan Indonesia serta juga berada dan tinggal di Indonesia?
Inside NAMRU-2 LAB, Jakarta
Mengingat Siti adalah menkes yang paling gencar melakukan kritik dan anti kebijaksanaan AS dan Badan Kesehatan Dunia WHO. Ditambah dengan penerbitan bukunya tentang bukti keterlibatan AS dalam dampak virus flu burung di Indonesia dan dibelahan dunia lainnya yang tentu saja sangat membuat AS gerah dan berusaha untuk mengagalkan beredarnya buku ini.
Kembali kepada Endang, namun di luar kontroversi yang ada dalam diri mantan menkes Endang (almarhumah), banyak juga jasa yang sudah diberikannya selama hidup. Salah satunya adalah ikut menyukseskan program Badan Pengamanan Jaringan Sosial (BPJS). Sayang, program kerakyatan itu belum diselesaikannya.
Kini, sebagian kebenaran kontroversi dan konspirasi tersebut diatas, dibawa pergi bersama kepergian Menkes Endang Rahayu, apakah Namru-2 benar seperti yang dituduhkan dan keterlibantan Menkes Endang di dalamnya? Apakah kanker paru-paru yang dideritanya adalah rekayasa? Apakah kasus korupsi yang menjerat mantan menkes Siti Fadilah juga direkayasa?
Semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas pastilah ada diluar sana, namun mereka yang mengetahuinya akan tetap tak mau bicara, mereka tetap diam dan menyembunyikan semuanya.
Ya, jika seorang pengecut tak berani mengungkapkan kebenaran maka berarti ia ada diseberangnya, pembela ketidak benaran…  dan tetaplah kau bersembunyi didalam sana. “The thuth is out there, just keep inside”. Maka… biarlah sejarah dan waktu yang akan mengungkapkannya, itupun jika mungkin. (berbagai sumber/icc.wp.com)

0 komentar:

Posting Komentar