Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam
di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini
dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan,
yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang,
berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan
sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya
(Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.Kerajaan Mataram
pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya,
termasuk Madura. Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk
mencegah semakin berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah
harus menerima bantuan VOC pada masa-masa akhir menjelang keruntuhannya.
Mataram merupakan kerajaan berbasis
agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim. Ia meninggalkan
beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti kampung
Matraman di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat,
penggunaan hanacaraka dalam literatur bahasa Sunda, politik feodal di
Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yang masih berlaku
hingga sekarang.
Masa awal
Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut
wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati.
Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini,
mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok,
wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan
Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja)
pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede.
Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan
putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak
berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang
berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda
Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di)
Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas
Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro
menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas
Jolang yang bernama Mas Rangsang.
Sultan Agung
Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar
Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan
Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di
Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira
gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan
lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram
Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara
Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi
dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam
beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat
(dimakamkan di Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelar
Amangkurat (Amangkurat I).
Terpecahnya Mataram
Amangkurat I memindahkan lokasi keraton
ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi
menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang
Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak
ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan
besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu
dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga
dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat
Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak
puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan
lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton
yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut
adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat
IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat
III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger)
sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan
perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in
exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat
diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram
menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta
tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam
Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah
timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai
satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat
Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta
adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.
0 komentar:
Posting Komentar