Seorang sejarawan pernah berujar bahwa sejarah itu adalah versi atau sudut pandang orang yang membuatnya. Versi ini sangat tergantung dengan niat atau motivasisi pembuatnya. Barangkali ini pula yang terjadi dengan Majapahit, sebuah kerajaan maha besar masa lampau yang pernah ada di negara yang kini disebut Indonesia. Kekuasaannya membentang luas hingga mencakup sebagian besar negara yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara.
Namun demikian, ada sesuatu yang ‘terasa aneh’ menyangkut kerajaan yang puing-puing peninggalan kebesaran masa lalunya masih dapat ditemukan di kawasan Trowulan Mojokerto ini. Sejak memasuki Sekolah Dasar, kita sudah disuguhi pemahaman bahwa Majapahit adalah sebuah kerajaan Hindu terbesar yang pernah ada dalam sejarah masa lalu kepulauan Nusantra yang kini dkenal Indonesia. Inilah sesuatu yang terasa aneh tersebut.
Pemahaman
  sejarah tersebut seakan melupakan beragam bukti arkeologis, sosiologis
  dan antropologis yang berkaitan dengan Majapahit yang jika dicerna dan
  dipahami secara ‘jujur’ akan mengungkapkan fakta yang mengejutkan  
sekaligus juga mematahkan pemahaman yang sudah berkembang selama ini  
dalam khazanah sejarah masyarakat Nusantara.
‘Kegelisahan’ semacam inilah yang mungkin memotivasi Tim Kajian Kesultanan Majapahit dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis dan antropolis, maka Tim kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku awal berjudul ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi’.
Buku
 ini hingga saat ini masih diterbitkan  terbatas, terutama menyongsong 
Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di  Yogyakarta beberapa waktu yang lalu.
 Sejarah Majapahit yang dikenal  selama ini di kalangan masyarakat 
adalah sejarah yang disesuaikan untuk  kepentingan penjajah (Belanda) 
yang ingin terus bercokol di kepulauan  Nusantara.
Akibatnya,
 sejarah masa lampau yang berkaitan  dengan kawasan ini dibuat untuk 
kepentingan tersebut. Hal ini dapat  pula dianalogikan dengan sejarah 
mengenai PKI. Sejarah berkaitan dengan  partai komunis ini yang dibuat 
dimasa Orde Baru tentu berbeda dengan  sejarah PKI yang dibuat di era 
Orde Lama dan bahkan era reformasi saat  ini. Hal ini karena berkaitan 
dengan kepentingan masing-masing dalam  membuat sejarah tersebut.
Dalam
 konteks Majapahit, Belanda  berkepentingan untuk menguasai Nusantara 
yang mayoritas penduduknya  adalah muslim. Untuk itu, diciptakanlah 
pemahaman bahwa Majapahit yang  menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia 
adalah kerajaan Hindu dan Islam  masuk ke Nusantara belakangan dengan 
mendobrak tatanan yang sudah  berkembang dan ada dalam masyarakat.
Apa yang diungkapkan oleh buku ini tentu memiliki bukti berupa fakta dan data yang selama ini tersembunyi atau sengaja disembunyikan. Beberapa fakta dan data yang menguatkan keyakinan bahwa kerajaan Majpahit sesungguhnya adalah kerajaan Islam atau Kesultanan Majapahit adalah sebagai berikut:
1. Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertuliskan kata-kata Tauhid.
Apa yang diungkapkan oleh buku ini tentu memiliki bukti berupa fakta dan data yang selama ini tersembunyi atau sengaja disembunyikan. Beberapa fakta dan data yang menguatkan keyakinan bahwa kerajaan Majpahit sesungguhnya adalah kerajaan Islam atau Kesultanan Majapahit adalah sebagai berikut:
1. Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertuliskan kata-kata Tauhid.

2. Pada batu nisan Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang selama ini dikenal sebagai Wali pertama dalam sistem Wali Songo yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah Qadhi atau hakim agama Islam kerajaan Majapahit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Agama Islam adalah agama resmi yang dianut oleh Majapahit karena memiliki Qadhi yang dalam sebuah kerajaan berperan sebagai hakim agama dan penasehat bidang agama bagi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam.
3. Pada lambang Majapahit yang berupa delapan sinar matahari terdapat beberapa tulisan Arab, yaitu shifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid dan dzat. Kata-kata yang beraksara Arab ini terdapat di antara sinar-sinar matahari yang ada pada lambang Majapahit ini.

Untuk
 lebih mendekatkan pemahaman mengenai  lambang Majapahit ini, maka dapat
 dilihat pada logo Universitas Gadjah  Mada (UGM) Yogyakarta, atau dapat
 pula dilihat pada logo yang digunakan  Muhammadiyah. Dengan demikian 
dapat dikatakan bahwa Majapahit  sesungguhnya adalah Kerajaan Islam atau
 Kesultanan Islam karena  menggunakan logo resmi yang memakai 
simbol-simbol Islam.
4. Pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang muslim. Hal ini karena Raden Wijaya merupakan cucu dari Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa yang sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin layaknya ajaran-ajaran sufi, sedangkan neneknya adalah seorang muslimah, keturunan dari penguasa Sriwijaya. Meskipun bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang sangat bernuasa Hindu karena menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi bukan lantas menjadi justifikasi bahwa beliau adalah seorang penganut Hindu.
4. Pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang muslim. Hal ini karena Raden Wijaya merupakan cucu dari Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa yang sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin layaknya ajaran-ajaran sufi, sedangkan neneknya adalah seorang muslimah, keturunan dari penguasa Sriwijaya. Meskipun bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang sangat bernuasa Hindu karena menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi bukan lantas menjadi justifikasi bahwa beliau adalah seorang penganut Hindu.
Bahasa
 Sanskerta di masa lalu lazim digunakan  untuk memberi penghormatan yang
 tinggi kepada seseorang, apalagi  seorang raja. Gelar seperti inipun 
hingga saat ini masih digunakan oleh  para raja muslim Jawa, seperti 
Hamengku Buwono dan Paku Alam Yogyakarta  serta Paku Buwono di Solo.
Di
 samping itu, Gajah Mada yang menjadi Patih  Majapahit yang sangat 
terkenal terutama karena Sumpah Palapanya  ternyata adalah seorang 
muslim. Hal ini karena nama aslinya adalah Gaj  Ahmada, seorang ulama 
Islam yang mengabdikan kemampuannya dengan menjadi  Patih di Kerajaan 
Majapahit. Hanya saja, untuk lebih memudahkan  penyebutan yang biasanya 
berlaku dalam masyarakat Jawa, maka digunakan  Gajahmada saja. Dengan 
demikian, penulisanGajah Mada yang benar adalah  Gajahmada dan bukan 
‘Gajah Mada’.
Pada
 nisan makam Gajahmada di Mojokerto pun  terdapat tulisan ‘LaIlaha 
Illallah Muhammad Rasulullah’ yang menunjukkan  bahwa Patih yang biasa 
dikenal masyarakat sebagai Syeikh Mada setelah  pengunduran dirinya 
sebagai Patih Majapatih ini adalah seorang muslim.
5. Jika fakta-fakta di atas masih berkaitan dengan internal Majapahit, maka fakta-fakta berikut berhubungan dengan sejarah dunia secara global. Sebagaimana diketahui bahwa 1253 M, tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Akibatnya, Timur Tengah berada dalam situasi yang berkecamuk dan terjebak dalam kondisi konflik yang tidak menentu.
5. Jika fakta-fakta di atas masih berkaitan dengan internal Majapahit, maka fakta-fakta berikut berhubungan dengan sejarah dunia secara global. Sebagaimana diketahui bahwa 1253 M, tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Akibatnya, Timur Tengah berada dalam situasi yang berkecamuk dan terjebak dalam kondisi konflik yang tidak menentu.
Dampak
 selanjutnya adalah  terjadinya eksodus besar-besaran kaum muslim dari 
TimurTengah, terutama  para keturunan Nabi yang biasa dikenal 
dengan‘Allawiyah. Kelompok ini  sebagian besar menuju kawasan Nuswantara
 (Nusantara) yang memang dikenal  memiliki tempat-tempat yang eksotis 
dan kaya dengan sumberdaya alam dan  kemudian menetap dan beranak pinak 
di tempat ini. Dari keturunan pada  pendatang inilah sebagian besar 
penguasa beragam kerajaanNusantara  berasal, tanpa terkecuali Majapahit.
Inilah beberapa bukti dari fakta dan data yang mengungkapkan bahwa sesungguhnya Majapahit adalah Kesultanan Islam yang berkuasa di sebagian besar kawasan yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara ini. Sekali lagi terbukti bahwa sejarah itu adalah versi, tergantung untuk apa sejarahitu dibuat dan tentunya terkandung di dalamnya beragam kepentingan.Wallahu A’lam Bishshawab. Hanya Tuhan Yang Maha Mengetahui.
Inilah beberapa bukti dari fakta dan data yang mengungkapkan bahwa sesungguhnya Majapahit adalah Kesultanan Islam yang berkuasa di sebagian besar kawasan yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara ini. Sekali lagi terbukti bahwa sejarah itu adalah versi, tergantung untuk apa sejarahitu dibuat dan tentunya terkandung di dalamnya beragam kepentingan.Wallahu A’lam Bishshawab. Hanya Tuhan Yang Maha Mengetahui.






0 komentar:
Posting Komentar