Sejarah
Hari Pendidikan Nasional 2 Mei. Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa pahlawannya, itulah slogan yang sering kita dengar di
republik tercinta ini. Pahlawan merupakan sosok yang sangat berarti bagi
perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebut saja pahlawan
kemerdekaan yang telah berjuang dengan darah, air mata, jiwa, raga serta
nyawa hingga kita bisa menghirup udara kemerdekaan seperti sekarang
ini. Tanpa jasa mereka yang telah berjuang merebut serta mempertahankan
kemerdekaan entah seperti apa negara kita saat ini.
Pahlawan
tidak selalu identik dengan mengangkat senjata dan berperang meski
sebagian besar penafsiran menyatakan bahwa pahlawan adalah orang yang
berjasa membela negara melalui medan perang. Namun sesungguhnya siapa
saja yang telah berjasa membawa bangsa ini menuju kemajuan baik dibidang
sosial, budaya, teknologi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang
kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia
maka patut kiranya kita beri julukan sebagai pahlawan.

Salah
seorang yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia adalah Ki Hajar
Dewantara. Ia lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dan diberi nama Raden
Mas Soewardi Soeryaningrat yang berasal dari keluarga di lingkungan
kraton Yogyakarta.
Saat
usianya genap 40 tahun ia berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Sejak saat itu Ki Hajar Dewantara tak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan Raden Mas di depan namanya, hal ini bertujuan agar ia bisa
bebas dekat dengan kehidupan rakyat tanpa dibatasi oleh ningrat dan
darah biru kehidupan keraton.
Ki
Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar
Belanda), kemudian melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera)
namun karena sakit ia tidak sampai tamat. Ia kemudian menjadi wartawan
di beberapa surat kabar diantaranya Sedyotomo, Midden Java, De Express,
Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara.
Tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara pada surat kabar tersebut sangat
komunikatif dan tajam sehingga mampu membangkitkan semangat patriotik
dan antikolonial bagi rakyat Indonesia saat itu.
Di
usia yang masih terbilang muda disamping kesibukannya sebagai seorang
wartawan Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan
politik. Ia aktif melakukan propaganda pada organisasi Boedi Oetomo
tahun 1908 untuk mensosialisasikan serta menggugah betapa pentingnya
persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara kepada masyarakat
Indonesia. Pada 25 Desember 1912 bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja
Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij
(partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang
bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Karya-karya
Ki Hajar Dewantara yang menjadi landasan dalam mengembangkan pendidikan
di Indonesia diantara adalah kalimat-kalimat filosofis seperti "Ing
ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri hadayani" yang
artinya "Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di
belakang memberi dorongan" menjadi slogan pendidikan yang digunakan
hingga saat ini.
Ki
Hajar Dewantara pernah menulis kritikan terhadap perayaan seratus tahun
bebasnya Negeri Belanda dari penjajahan Perancis dibulan November 1913
dimana biaya perayaan tersebut ditarik dari uang rakyat Indonesia dan
dirayakan ditengah-tengah penderitaan rakyat yang masih dijajah. Akibat
kritikan tersebut ia dibuang ke Pulau Bangka oleh Gubernur Jendral
Idenburg tanpa melalui proses pengadilan. Namun dua orang sahabatnya
yaitu Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo membelanya melalui tulisan
sehingga hukuman tersebut diganti menjadi dibuang ke negeri Belanda.
Sekembalinya
dari Belanda pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah
perguruan bercorak nasional yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut
Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Dari sinilah lahir konsep
pendidikan nasional hingga Indonesia merdeka.
Ki
Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan Pengajaran Indonesia dalam kabinet pertama Republik
Indonesia.Ia juga mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris
causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.
Atas
jasanya dalam merintis pendidikan umum di Indonesia, Ki Hajar Dewantara
dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan berdasarkan
Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959 tertanggal 28 November
1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantar yaitu tanggal 2 Mei ditetapkan
sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Dua
tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa, tepatnya pada
tanggal 28 April 1959 Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di
Yogyakarta. Semoga jasanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa selalu
dicatat sebagai amal ibadah yang terus mengalir.
0 komentar:
Posting Komentar