Pakar
manuskrip Yahudi asal Italia mengatakan pada Rabu bahwa ia telah
menemukan gulungan Taurat terlengkap tertua di dunia. Dokumen dari kulit
domba itu diperkirakan berasal dari 1155-1225. Uniknya, gulungan
dokumen ini ditemukan di perpustakaan University of Bologna, sekitar
satu abad lalu dokumen ini salah dikategorikan sebagai temuan dari abad
17.
Dokumen
ini bukanlah teks Taurat tertua di dunia; injil Aleppo dan
Leningrad--dua-duanya kodeks Yahudi atau buku--lebih tua 200 tahun dari
gulungan dokumen ini. Namun Taurat ini adalah gulungan tertua dari
Pentateuch, lima buku Musa, menurut Mauro Perani, profesor bahasa Yahudi
di departemen warisan budaya University of Bologna.
Dua
tes karbon terpisah--dilakukan oleh University of Salento di Italia dan
Laboratorium Penanggalan Radiokarbon di University of Illinois,
Urbana-Champaign--mengonfirmasikan penanggalan tersebut, menurut
pernyataan dari University of Bologna.
Gulungan
dokumen tersebut -- sepanjang 36 meter dan tingginya 64 cm --
dimunculkan di sinagoga pada Hari Sabbath dan hari-hari besar lainnya,
dan beberapa bagiannya dibacakan untuk umum. Sangat sedikit gulungan
dokumen serupa yang bertahan karena Taurat tua atau rusak harus dikubur
atau disimpan di ruangan tertutup dalam sinagoga.
Dalam
wawancara telepon Rabu, Perani mengatakan bahwa ia tengah memperbarui
katalog manuskrip perpustakaan Yahudi saat menemukan gulungan tersebut
pada Februari lalu. Ia langsung mengenali bahwa gulungan tersebut
mempunyai penanggalan yang salah sejak terakhir kali tercatat pada 1889,
karena ia melihat manuskrip dan tanda-tanda grafik lainnya jauh lebih
tua.
Secara
spesifik, gulungan Taurat tersebut tak memperhitungkan aturan rabbi
yang menstandardisasi bagaimana Pentateuch seharusnya disalin. Aturan
tersebut ditetapkan oleh Maimonides pada akhir abad 12. Pada gulungan
tersebut terdapat banyak fitur dan penandaan yang akan dilarang di bawah
aturan tersebut, kata dia.
Pengkatalog
pada 1889 itu adalah seorang Yahudi bernama Leonello Modona yang
mendeskripsikan gulungan Taurat tersebut dengan "manuskrip Italia,
terlihat ceroboh, di mana beberapa huruf termasuk mahkota dan goresannya
menunjukkan apendiks yang aneh dan tak umum," menurut rilis University
of Bologna.
Meski
begitu, Perani melihat dalam dokumen tersebut ada tulisan elegan yang
kotak-kotak hurufnya berasal dari tradisi Babylonia.
Menurut
Perani pads The Associated Press, "sangat wajar" bagi seorang
pengkatalog pada era 1800an untuk membuat kesalahan seperti itu, karena
"ilmu manuskrip belum lahir saat itu."
Pakar dari luar mengatakan bahwa temuan ini sangat penting, meski ada Taurat yang lebih tua dari gulungan ini.
"Ini
berita yang cutup besar," kata James Aiken, pengajar Perjanjian Lama
dan Sejarah Yahudi di Cambridge University. "Ilmuwan sejarah Yahudi
sering merayakan temuan-temuan kecil, tapi ini jelas sebuah temuan
penting dan terlihat seperti gulungan dokumen yang sangat indah."
Meski
begitu, Giovanni Garbini, pakar utama dalam bahasa-bahasa Semitik kuno
dan profesor pensiunan dari universitas La Sapienza di Roma mengatakan
bahwa temuan ini tak mengubah banyak apa yang sudah diketahui dunia
tentang manuskrip Yahudi.
"Ini
adalah contoh sebuah gulungan kuno, tapi dari sudut pandang
pengetahuan, tak mengubah apa-apa," katanya dalam wawancara telepon.
Namun
Stephen Phann, president dari University of the Holy Land di Yerusalem
dan pakar manuscript Yahudi kuno, bilang, jika penanggalannya akurat,
maka gulungan ini adalah temuan yang penting dan jarang. "Kami tak punya
banyak peninggalan dari periode tersebut," kata Phann.
Ada
banyak gulungan Taurat yang jauh lebih tua yang berasal dari abad 8,
namun menurut Phann, sangat jarang terdapat gulungan manuskrip yang
lengkap. Temuan ini juga penting secara emosional karena gulungan
tersebut, tak seperti buku, tapi digunakan untuk membaca beberapa bagian
Taurat sepanjang tahun di sinagog.
"Seperti
sebuah persahabatan--mereka telah mengenal gulungan Taurat itu dan
mereka mengambil ilmu pengetahuan darinya dan berfokus pada pemujaan dan
bagaimana menjalani kehidupan sehari-hari," kata Phann.
Perani
tak tahu jelas bagaimana gulungan itu bisa menjadi bagian dari
perpustakaan universitas Bologna, tapi dia mengantisipasi akan ada
penelitian lebih lanjut.
Gulungan
tersebut akan tetap berada di perpustakaan dan tak butuh upaya
pelestarian atau perawatan tambahan dari yang sudah diterima selama ini.
(Associated Press)
0 komentar:
Posting Komentar