Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan (Foto: Dok.ASEAN)
Sekretaris
Jenderal Asosiasi Negara Negara Asia Tenggara (ASEAN) Surin Pitsuwan
menyatakan, konflik di Laut China Selatan bisa menjadi seperti konflik
di Palestina. Pitsuwan khawatir konflik tersebut nantinya akan membuat
kawasan Asia menjadi tidak stabil.
“Kita harus menyadari bahwa konflik yang terjadi di Laut China Selatan bisa saja menjadi konflik berkepanjangan seperti di Palestina, jika semua pihak yang terlibat tidak dapat meredakan ketegangan yang ada," ujar Pitsuwan seperti dikutip Financial Times, Rabu (28/11/2012).
Pitsuwan merasa saat ini kawasan Asia sedang berada dalam suatu krisis politik yang diakibatkan oleh klaim China terhadap Kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Klaim China tersebut dipersengketakan oleh negara-negara Asia lainnya seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei. Negara-negara anggota ASEAN itu merasa kumpulan pulau karang di Laut China Selatan itu merupakan bagian dari wilayahnya.
Minggu ini Pemerintah China kembali meningkatkan ketegangan yang ada dalam isu Laut China Selatan dengan mengklaim wilayah Kepulauan Spratly dalam paspor yang dikeluarkan Negara Tirai Bambu itu. Tindakan China langsung diprotes oleh Vietnam dan Filipina, Vietnam bahkan memutuskan untuk tidak mengakui paspor tersebut.
Sebelumnya dalam kesempatan yang berbeda, angkatan laut China sempat terlibat insiden dengan angkatan laut Vietnam dan Filipina di perairan Laut China Selatan. Konflik Laut China selatan juga menimbulkan friksi diantara negara-negara anggota ASEAN.
Kamboja yang merupakan sekutu dari China di ASEAN selalu menghambat upaya diplomatis yang diajukan Vietnam dan Filipina tentang isu Laut China Selatan di ASEAN. “Saya tidak menyalahkan Kamboja, Kalian harus melihat ini dari sisi pandang Kamboja," jelas Pitsuwan.
Menurut Pitsuwan konflik akan mereda apabila china bersedia untuk mngikuti sebuah Code of Conduct yang akan mengikat setiap negara yang terkait untuk menyelesaikan persengketaan atas Laut China Selatan dengan jalan damai.
“Kita harus menyadari bahwa konflik yang terjadi di Laut China Selatan bisa saja menjadi konflik berkepanjangan seperti di Palestina, jika semua pihak yang terlibat tidak dapat meredakan ketegangan yang ada," ujar Pitsuwan seperti dikutip Financial Times, Rabu (28/11/2012).
Pitsuwan merasa saat ini kawasan Asia sedang berada dalam suatu krisis politik yang diakibatkan oleh klaim China terhadap Kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Klaim China tersebut dipersengketakan oleh negara-negara Asia lainnya seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei. Negara-negara anggota ASEAN itu merasa kumpulan pulau karang di Laut China Selatan itu merupakan bagian dari wilayahnya.
Minggu ini Pemerintah China kembali meningkatkan ketegangan yang ada dalam isu Laut China Selatan dengan mengklaim wilayah Kepulauan Spratly dalam paspor yang dikeluarkan Negara Tirai Bambu itu. Tindakan China langsung diprotes oleh Vietnam dan Filipina, Vietnam bahkan memutuskan untuk tidak mengakui paspor tersebut.
Sebelumnya dalam kesempatan yang berbeda, angkatan laut China sempat terlibat insiden dengan angkatan laut Vietnam dan Filipina di perairan Laut China Selatan. Konflik Laut China selatan juga menimbulkan friksi diantara negara-negara anggota ASEAN.
Kamboja yang merupakan sekutu dari China di ASEAN selalu menghambat upaya diplomatis yang diajukan Vietnam dan Filipina tentang isu Laut China Selatan di ASEAN. “Saya tidak menyalahkan Kamboja, Kalian harus melihat ini dari sisi pandang Kamboja," jelas Pitsuwan.
Menurut Pitsuwan konflik akan mereda apabila china bersedia untuk mngikuti sebuah Code of Conduct yang akan mengikat setiap negara yang terkait untuk menyelesaikan persengketaan atas Laut China Selatan dengan jalan damai.
0 komentar:
Posting Komentar