Pages

Selasa, 27 Agustus 2013

NABI MUSA AS

Nabi Musa as

Pendahuluan
Nama
Musa bin Imran
Garis Keturunan
Adam as Syits Anusy Qainan Mahlail Yarid Idris as Mutawasylah Lamak Nuh as Sam Arfakhsyadz Syalih Abir Falij Ra'u Saruj Nahur Azar Ibrahim as Ishaq as Ya'qub as Lawi Azar Qahats Imran Musa as
Usia
120 tahun
Periode sejarah
1527 - 1407 SM
Tempat diutus (lokasi)
Sinai di Mesir
Jumlah keturunannya (anak)
2 anak (namanya Azir dan Jarsyun), dari istrinya yang bernama Shafura
Tempat wafat
Gunung Nebu (Bukit Nabu') di Jordania (sekarang)
Sebutan kaumnya
Bani Israil dan Fir'aun (gelar raja Mesir)
di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak
136 kali
Musa (Mose, Musse, Moses) adalah seorang nabi yang menerima Kitab Taurat. Nama Musa diberi keluarga Firaun, "Mu" berarti air dan "sa" adalah tempat penemuannya di tepi sungai Nil. Musa mendapat julukan Kalimullah yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah. 
Pengutusan Nabi Musa
Pada masa Nabi Yusuf, sekelompok bani Israil telah menetap di daerah Mesir setelah bermigrasi dari negeri Kan'an. Mereka adalah pemeluk agama tauhid yang berpegang teguh pada agama Nabi Ibrahim, berbeda dengan para fir'aun yang menyembah patung dan berhala. Seiring kemajuan jaman, petumbuhan bani Israil pun berkembang pesat.
Para fir'aun khawatir jika mereka mencampuri urusan politik dan agama kehidupan masyarakat Mesir. Akhirnya, mereka menyiksa bani Israil dengan siksaan yang pedih. Hal ini terekam dalam firman Allah, "(ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya. Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabbmu," (QS. Al-Baqarah [2]: 49).
Ditengah kesulitan yang dialami bani Israil, Allah berkehendak atas kelahiran Musa. Sang ibu pun menyembunyikan kelahirannya, sebagaimana firman Allah, "Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul," (QS. Al-Qashash [28]: 7).
Janji Allah untuk untuk menjaga bayi ini pun terbukti. Fir'aun memperbolehkan istrinya mencari seorang ibu yang mau menyusui bayi tersebut. Dia pun menemukan ibu Musa dan menyuruhnya agar menyusui sang bayi.
Musa dibesarkan di lingkungan istana Fir'aun, di tangan para dukun dan pemuka-pemuka agama mereka. Ketika dewasa, Allah memberinya ilmu dan hikmah. Pada suatu hari, ada orang Mesir yang mengejek dan memaksa seseorang bani Israil melakukan suatu pekerjaan untuknya. Orang bani Israil itu lantas meminta pertolongan Nabi Musa. Dia pun menolongnya dan memukul orang Mesir itu, dan tanpa sengaja orang itu mati.
Pada hari berikutnya, orang bani Israil kembali berkelahi dengan orang Mesir yang lain. Orang bani Israil itu lantas meminta pertolongan lagi kepada Nabi Musa. Akan tetapi Nabi Musa malah membentak dan memarahi orang Israil itu karena seringnya dia berbuat buruk. Orang Israil itu mengira Musa akan membunuhnya. Dia pun segera bertanya, "Apakah engkau ingin membunuhku seperti orang Mesir kemarin?"
Mendengar cerita pembunuhan itu, orang Mesir tersebut segera menemui kaumnya dan menceritakan apa yang terjadi. Fir'aun pun segera mengirim pasukan mencari Musa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, salah seorang yang menyayangi Musa segera memberi tahunya setelah mendengar sesuatu yang terjadi di istana Fir'aun. Dia menyuruh Musa pergi meninggalkan bahaya ancaman Fir'aun. Musa pun pergi meninggalkan Mesir menuju Madyan, daerah di bagian barat laut Jazirah Arab.
Di Madyan, Musa tinggal di rumah orang tua yang beriman, yaitu Nabi Syuaib. Setelah orang tua itu (Nabi Syuaib) melihat keluhuran akhlak dan tanggung jawab Musa yang sangat tinggi, dia lalu menikahkan Musa dengan salah satu putri beliau. Musa kemudian ingin kembali ke mesir setelah beberapa lama tinggal di Madyan.
Ketika sampai di Bukit Tursina, Musa tersesat. Tibalah waktu malam saat Allah hendak memberikan tugas kenabian dan wahyu kepadanya. Pada saat itu, malam terasa dingin dan Musa melihat cahaya api dari kejauhan. Dia lantas menyuruh keluarganya agar tidak meninggalkan tempat mereka karena dia ingin pergi mencari sedikit api untuk penerangan. Tatkala dia sampai ke tempat api tersebut, Allah berfirman kepadanya, "Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku," (QS. Thaha [20]: 14).
Hal itu kemudian menjadi tanda awal kenabian Musa sebagai Kalimullah. Permintaan Musa pun dikabulkan dan Allah mengutus pula saudaranya, Harun sebagai pendampingnya.
Allah memerintahkan mereka berdua (Musa dan Harun) agar bertutur lemah lembut saat memperingatkan Fir'aun. Selain itu, mereka juga diperintahkan untuk mengatakan kepada Fir'aun, "Kami adalah utusan Rabb alam semesta kepadamu. Lepaskanlah bani Israil dan jangan siksa mereka. Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk."
Pada saat itulah kesombongan menguasai Fir'aun hingga dia berkata kepada Musa, "Bukanlah kami yang mengasuhmu sewaktu kecil?1" Dia pun menyebutkan berbagai kebaikannya terhadap Musa, bahkan mulai mengejek dan menuduh Nabi Musa dan Nabi Harun melakukan sihir. Fir'aun lalu memerintahkan tukang sihirnya untuk menghadapi mereka berdua. Ahli sihir Fir'aun pun berdatangan dan melemparkan tali-tali mereka dan menyihirnya menjadi ular untuk menandingi Musa. Nabi Musa lantas melemparkan tongkatnya yang kemudian berubah menjadi ular dan menelan ular-ular mereka atas pertolongan Allah.
Melihat mukjizat itu, para ahli sihir Fir'aun pun mengimani Musa dan syariat Allah yang dia bawa. Mereka juga tidak memedulikan berbagai ancaman Fir'aun. Mereka semua berkata seperti yang diabadikan al-Qur'an, "Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (adzab-Nya)," (QS. Thaha [20]: 73).
Fir'aun lalu berencana membunuh Musa dan Harun serta semakin keras menyiksa bani Israil. Nabi Musa memerintahkan mereka untuk menguatkan jiwa dan bersabar. Dia kemudian berdoa kepada Allah agar menurunkan adzab yang pedih kepada Fir'aun dan kaumnya. Allah berfirman,"Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. )," (QS. Al-A'raf [7]: 133).
Ketika Fir'aun dan kaumnya sudah tidak berdaya dengan adzab dengan adzab yang menimpa mereka, dia pun meminta kepada Musa agar berdoa kepada Allah untuk menghentikan siksaan itu. Fir'aun kemudian berjanji tidak akan lagi menyiksa bani Israil. Nabi Musa lantas memohon kepada Allah agar menghentikan siksaan itu dan Allah pun mengakhirinya. Namun, Fir'aun ingkar janji, dan dia kembali menyiksa bani Israil untuk kedua kalinya.
Sementara itu, bani Israil berkumpul dan meminta kepada Nabi Musa dan Nabi Harun agar dia membawa mereka keluar dari Mesir. Nabi Musa dan Nabi Harun pun membawa kaumnya dan berangkat ke arah negeri Kan'an melewati Sinai. Fir'aun beserta bala tentaranya mengejar mereka. Namun, Nabi Musa dan Nabi Harun beserta kaumnya dapat menyeberangi laut dengan mukjizat yang telah Allah berikan kepada Musa. Fir'aun dan pasukannya juga ikut menyeberang laut mengejar mereka, tetapi Allah menenggelamkan Fir'aun beserta seluruh tentaranya.
Nabi Musa dan Nabi Harun serta bani Israil tiba di padang pasir negeri Sinai. Setelah melihat banyak perbedaan antara daerah itu dan negeri sungai Nil yang subur (Mesir), mereka mengajukan berbagai permintaan kepada Nabi Musa. Nabi Musa telah menerima Taurat. Di dalamnya terdapat beragam syariat samawiyah. Kaumnya mulai menyeleweng, terlebih setelah Nabi Musa pergi untuk menerima lembaran wahyu. As-Samiri telah mempengaruhi bani Israil untuk menyembah anak sapi sehingga mereka meminta kepada Musa agar dibuatkan patung untuk disembah.
Nabi Musa lantas marah dan mengecam permintaan mereka. Dia ingin menjadikan sebuah pusat pemerintahan untuk kaumnya. Dia kemudian pergi menuju kota Ariha (Jericho), tetapi kaumnya tidak mau dan berkata seperti termaktub dalam al-Qur'an, "Mereka berkata, 'wahai Musa, sampai kapanpun kami tidak akan memasuki, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu, pergilah engkau bersama Rabbmu, dan berperanglah kalian berdua, biarlah kami tetap (menanti) di sini saja,' " (QS. Al-Ma'idah [5]: 24).
Di saat mereka menolak untuk masuk negeri yang disucikan itu, Allah membalasnya dengan adzab. Mereka pun tersesat di lembah Tih selama 40 tahun. Beberapa tahun setelah itu, Nabi Harun wafat lalu disusul Nabi Musa. Setelah Nabi Musa wafat, bani Israil baru merasakan buruk dan bodohnya perbuatan serta tingkah laku mereka kepada Nabi Musa. Karena itu, mereka mengangkat Yusya' bin Nun sebagai Raja. Dialah yang kemudian membawa mereka menyeberangi sungai Jordan (asy-Syari'ah) menuju kota Ariha dan tinggal di sana.
Jasad Fir'aun (Mineptah bin Ramses II)
Prof. Afifuddin Thabbarah menyebutkan bahwa Mineptah bin Ramses II menggantikan kepemimpinan ayahnya. Dialah Fir'aun yang kepadanya Musa diutus Allah untuk mengeluarkan bani Israil dari Mesir. Dia pula yang mengejar Musa ke laut hingga dia tenggelam bersama pasukannya. Jasadnya masih utuh hingga saat ini. Allah berfirman, "Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu," (QS. Yunus [10]: 92).
Mayatnya ditemukan pada galian-galian di makam Amenhotep II. Saat ini, jasadnya berada di museum Mesir. Penulis berhenti sejenak untuk melihat jasadnya dan memohon kepada Allah agar terhindar dari akhir kehidupan yang buruk. Pantas disebutkan bahwa peninggalan makam Mineptah tidak dipersiapkan layaknya pemakaman untuk raja seperti dia. Sebab, kematiannya tidak diperkirakan hingga tidak disediakn kuburan khusus.
Piramid
Para fir'aun Mesir meyakini kekekalan jiwa dan kehidupan kedua setelah kematian. Karena itu, mereka sangat memerhatikan pembangunan makam dengan beragam bentuk. Contohnya, mashtabah (makam yang digali berbentuk kursi teras dari batu); bangunan bertangga seperti Piramida Saqqarah, makam berbentuk seperti Piramida di Giza. 
Piramida selalu terdiri dari beberapa lorong dan ruangan yang tidak berjendela. Di salah satu ruangan rahasianya terdapat makam Fir'aun. Selain itu, ada juga pemakaman yang dipahat di batu. Bagian pertama piramida berbentuk ruang bawah tanah dengan banyak tikungan, turunan, dan tangga lalu bercabang ke berbagai tempat. Pada salah satu ruangan, secara rahasia diletakkan jasad. Setelah para arkeolog mengungkap berbagai penemuan yang terus berkembang, mereka telah mampu menemukan semakin banyak mumi berbalsem. Namun, ilmu modern masih kesulitan untuk memecahkan rahasia ilmiahnya.
Ringkasan Kisah Musa
Nabi Musa dan Nabi Harun diutus Allah untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Beliau merupakan anak Imran dan Yukabad binti Qahat, dan bersaudara dengan Nabi Harun, dilahirkan di Mesir pada pemerintahan Ramses Akbar sang Firaun.
Pada masa kelahiran Musa, Firaun membuat peraturan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Tindakan itu diambil karena dia sudah terpengaruh oleh paranormal kerajaan yang menafsirkan mimpinya. Firaun bermimpi Mesir terbakar dan penduduknya mati, kecuali kaum Israel, sedangkan paranormalnya mengatakan kekuasaan Fir'aun akan jatuh ke tangan seorang laki-laki dari bangsa Israel. Karena cemas, dia memerintahkan setiap rumah digeledah dan jika menemukan bayi laki-laki, maka bayi itu harus dibunuh.
Yukabad melahirkan seorang bayi laki-laki (Musa), dan kelahiran itu dirahasiakan. Karena risau dengan keselamatan Musa, akhirnya Musa dihanyutkan ke Sungai Nil ketika berusia 3 bulan. Kemudian Musa ditemukan oleh Asiyah istri Firaun, yang sedang mandi dan kemudian membawanya ke istana. Melihat istrinya membawa seorang bayi laki-laki, Firaun ingin membunuh Musa. Istrinyapun berkata: "Jangan membunuh anak ini karena aku menyayanginya. Lebih baik kita mengasuhnya seperti anak kita sendiri karena aku tidak mempunyai anak." Dengan kata-kata dari istrinya tersebut, Firaun tidak sampai hati untuk membunuh Musa.
Kemudian istri Firaun mencari pengasuh, tetapi tidak seorang pun yang dapat menyusui Musa dengan baik, dia menangis dan tidak mau disusui. Selepas itu, ibunya sendiri mengajukan diri untuk mengasuh dan membesarkannya di istana Firaun. Diceritakan dalam Al-Quran: "Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya dia mengetahui janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya."
Pada suatu hari, Firaun memangku Musa yang masih kanak-kanak, tetapi tiba-tiba janggutnya ditarik Musa hingga dia kesakitan, lalu berkata: "Wahai istriku, mungkin anak inilah yang akan menjatuhkan kekuasaanku." Istrinya berkata: "Sabarlah, dia masih anak-anak, belum berakal dan belum mengetahui apa pun." Sejak berusia tiga bulan hingga dewasa Musa tinggal di istana itu sehingga orang memanggilnya Musa bin Firaun. Nama Musa sendiri diberi keluarga Firaun. "Mu" berarti air dan "sa" adalah tempat penemuannya di tepi sungai Nil.
Musa mendapat julukan Kalimullah yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah. Bahkan tidak jarang dia berdialog dengan Allah, dialog antara seorang hamba yang sangat dekat dengan Sang Kekasih Yang Maha Pengasih. Namun, melihat julukan yang diberikan oleh Allah pada diri Musa, tampaknya Musa memang satu-satunya Nabi yang memperoleh keistimewaan itu.
Pada satu peristiwa Musa meninjau sekitar kota dan kemudian beliau melihat dua laki-laki sedang berkelahi, yang seorang dari kalangan Bani Israel bernama Samiri dan seorang lagi bangsa Mesir, bernama Fatun. Melihat perkelahian itu, Musa mau melerai mereka, tetapi ditepis Fatun. Tanpa sengaja Musa lalu mengayunkan satu batu ke atas Fatun, dan Fatun tersungkur kemudian meninggal dunia.
Ketika laki-laki itu meninggal dunia karena tindakannya, Musa memohon ampun kepada Allah seperti dinyatakan dalam al-Quran: "Musa berdoa: Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiayai diriku sendiri karena itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Tetapi, tidak lama kemudian orang banyak mengetahui kematian Fatun disebabkan Musa dan berita itu disampaikan kepada pemimpin kanan Firaun. Akhirnya mereka akan menangkap Musa. Karena terdesak, Musa mengambil keputusan keluar dari Mesir. Beliau berjalan tanpa arah dan tujuan, akhirnya, beliau sampai di kota Madyan, yaitu kota Nabi Syu'aib di timur Semenanjung Sinai dan Teluk Aqabah di selatan Palestina.
Musa tinggal di rumah Nabi Syu’aib beberapa lama, kemudian menikah dengan anak gadisnya bernama Shafura. Selepas menjalani kehidupan suami istri di Madyan, Musa meminta izin Syu’aib untuk pulang ke Mesir. Dalam perjalanan itu, akhirnya Musa dan isterinya tiba di Bukit Sinai. Dari jauh, beliau melihat api, lalu terpikir ingin mendapatkannya untuk dijadikan obor penerang jalan. Musa meninggalkan istrinya sebentar untuk mendapatkan api itu. Sampai di tempat api menyala itu, beliau menemukan api menyala pada sebatang pohon, tetapi tidak membakar pohon tersebut. Ini membingungkannya dan ketika itu beliau mendengar suara wahyu daripada Tuhan: "....Wahai Musa sesungguhnya Aku Allah, yaitu Tuhan semesta alam."
Kemudian Allah berfirman lagi: "Dan lemparkan tongkatmu, kemudian tongkat itu menjadi ular, Musa mundur tanpa menoleh. Wahai Musa datanglah kepada-Ku, janganlah kamu takut, sungguh kamu termasuk orang yang aman." Tongkat menjadi ular dan tangan putih berseri-seri itu adalah dua mukjizat yang dikurniakan Allah kepada Musa. 
Firaun cukup marah mengetahui kepulangan Musa yang mau membawa ajaran lain, sehingga Firaun memanggil semua ahli sihir untuk mengalahkan dua mukjizat Musa. Ahli sihir Firaun masing-masing mengeluarkan keajaiban, ada antara mereka melempar tali lalu menjadi ular. Namun, semua ular yang dibawa ahli sihir itu ditelan ular besar yang berasal dari tongkat Musa.

Firman Allah: "Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, pasti ia akan menelan apa yang mereka buat. Sesungguhnya apa yang mereka buat itu hanya tipu daya tukang sihir dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang."
Semua keajaiban ahli sihir itu dihancurkan Musa menggunakan dua mukjizat tersebut. Hal ini menyebabkan sebagian pengikut Firaun, termasuk istrinya mengikuti ajaran yang dibawa Musa. Hal ini membuat Firaun marah, sehingga menghukum mereka semua.

Nabi Musa bersama orang beriman terpaksa melarikan diri sehingga mereka sampai di Laut Merah. Namun, Firaun dan tentaranya yang sudah marah, mengejar mereka dari belakang, akhirnya Firaun dan pengukitnya (tentaranya) mati tenggelam di dasar Laut Merah.

Al-Quran menceritakan: "Dan ingatlah ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan Firaun dan pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan."
Selepas keluar dari Mesir, Nabi Musa bersama sebagian pengikutnya dari kalangan Bani Israel menuju ke Bukit Sina untuk mendapatkan kitab Allah. Namun, sebelum itu Musa disyaratkan berpuasa. Sewaktu bermunajat, Musa berkata: "Ya Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku supaya aku dapat melihatMu." Allah berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihatKu, tetapi coba lihat bukit itu. Jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya seperti sediakala, maka niscaya engkau dapat melihatku." Musa terus memandang ke arah bukit yang dimaksudkan itu dan dengan tiba-tiba bukit itu hancur. Musa terperanjat dan gementar seluruh tubuhnya lalu pingsan.
Ketika sadar, Musa terus bertasbih dan memuji Allah, sambil berkata: "Maha besarlah Engkau ya Tuhan, ampuni aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang pertama beriman kepadaMu." Sewaktu bermunajat, Allah menurunkan kepadanya kitab Taurat. Menurut ahli tafsir, kitab itu berbentuk kepingan batu atau kayu, namun padanya terperinci segala panduan ke jalan yang diredhai Allah.
Sebelum Musa pergi ke bukit itu, beliau berjanji kepada kaumnya tidak akan meninggalkan mereka lebih dari 30 hari. Tetapi Nabi Musa tertunda 10 hari, karena terpaksa mencukupkan 40 hari puasa. Bani Israel kecewa karena Musa tidak segera kembali kepada mereka. Ketiadaan Musa membuat mereka seolah-olah dalam kegelapan dan ada antara mereka berpikir keterlaluan dengan menyangka beliau tidak akan kembali lagi. Dalam keadaan tidak menentu itu, seorang ahli sihir dari kalangan mereka bernama Samiri mengambil kesempatan menyebarkan perbuatan syirik. Dia juga mengatakan Musa tersesat dalam mencari tuhan dan tidak akan kembali. Ketika itu juga, Samiri membuat sapi betina dari emas. Dia memasukkan segumpal tanah, dan patung itu dijadikan Samiri bersuara. Kemudian Samiri berseru: "Wahai kawan-kawanku, rupanya Musa sudah tidak ada lagi dan tidak ada gunanya kita menyembah Tuhan Musa itu. Sekarang, mari kita sembah anak sapi yang terbuat dari emas ini. Ia dapat bersuara dan inilah tuhan kita yang patut disembah."
Selepas itu, Musa kembali dan melihat kaumnya menyembah patung anak sapi. Beliau marah dengan tindakan Samiri. Firman Allah: "Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: wahai kaumku, bukankah Tuhanmu menjanjikan kepada kamu suatu janji yang baik. Apakah sudah lama masa berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki supaya kemurkaan Tuhanmu menimpamu, karena itu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku."
Musa bertanya kepada Samiri, seperti diceritakan dalam al-Quran: "Berkata Musa; apakah yang mendorongmu berbuat demikian Samiri, Samiri menjawab: Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam tanah (bekas tapak Jibril) lalu aku masukkan dalam patung anak sapi itu. Demikianlah aku menuruti dorongan nafsuku."
Kemudian Musa berkata: "Pergilah kamu dan pengikutmu dariku, patung anak sapi itu akan aku bakar dan lemparkannya ke laut, sesungguhnya engkau akan mendapat siksa."
Bertemu dengan Khidir
Ditengah-tengah kutbah Musa dihadapan Bani Israil, ada salah seorang yang bertanya kepada Musa, dengan pertanyaannya, apakah ada manusia yang paling pandai saat ini. Musa hanya menjawab dialah orang yang pandai dimuka bumi ini. Dengan pernyataan Musa inilah Allah Maha Mendengar siapa yang berkata baik dengan diucapkan maupun tidak. Allah langsung menegur Musa dengan firmanNya," Wahai Musa, Aku mempunyai hamba yang lebih pandai dari kamu" Setelah Musa mendapat teguran Allah, dia sangat terkejut dan dengan tunduk berkata," Dimanakah kami dapat bertemu hambaMu yang lebih pandai dari aku". Kemudian Allah menjawab," Hamba-Ku bisa ditemui disuatu tempat yang disebut Majma Al Bahrain". Dari sinilah awal pencarian Musa untuk bertemu hamba Allah yang lebih pandai darinya yang kita kenal dengan Nabi Khidir.
Kisah Musa dalam Al-Qur'an
Di dalam Al-Quran, nama Musa as, disebutkan sebanyak 136 kali, antara lain seperti berikut ini.
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 9-12, Firman Allah SWT :
Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu". Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. 
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 17-24, Firman Allah SWT :
Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) denganya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya". Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!" Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar, Pergilah kepada Firaun; sesungguhnya ia telah melampaui batas". 
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 25-36, Firman Allah SWT :
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami". Allah berfirman: "Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa." 
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 37-41, Firman Allah SWT :
Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku, (yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Firaun): "Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun diantara penduduk Mad-yan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. 
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 42-50, Firman Allah SWT :
Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". Berkatalah mereka berdua: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas". Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat". Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Firaun) dan katakanlah: "Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling. Berkata Firaun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa ? Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. 
Pada Surat Thaahaa (Thaha) [20] : ayat 59-73, Firman Allah SWT :
Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan naik". Maka Firaun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang. Berkata Musa kepada mereka: "Celakalah kamu, janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan kamu dengan siksa". Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan. Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara mereka dan mereka merahasiakan percakapan (mereka). Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama. Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kamu sekalian, kemudian datanglah dengan berbaris. dan sesungguhnya beruntunglah oran yang menang pada hari ini. (Setelah mereka berkumpul) mereka berkata: "Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamikah orang yang mula-mula melemparkan?" Berkata Musa: "Silahkan kamu sekalian melemparkan". Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berkata: "janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. "Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang". Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: "Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa". Berkata Firaun: "Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya". Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)". 
Pada Surat Al-Qashash (Al-Qasas) [28] : ayat 19-25, Firman Allah SWT :
Maka tatkala Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: "Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian". Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu". Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu". Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar". Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpa di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpa di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syuaib berkata: "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu". 
Pada Surat Al-Qashash (Al-Qasas) [28] : ayat 26-32, Firman Allah SWT :
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah dia (Syuaib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik". Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan". Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan". Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam. dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): "Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Firaun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik". 
Pada Surat Al-Baqarah [2] : ayat 49-53, Firman Allah SWT :
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Firaun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan. Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk. 
Pada Surat Al-Baqarah [2] : ayat 54-57, Firman Allah SWT :
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya". Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. 
Pada Surat Al-Baqarah [2] : ayat 58-61, Firman Allah SWT :
Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik". Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik. Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. 

Nabi Khidir
Berdasarkan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan dari Ibn Abbas, Khidir adalah seorang Nabi yang diutus Allah untuk menyeru kaumnya kepada tauhid dan keimanan terhadap para nabi, rasul, dan kitab-kitab mereka. Salah satu tanda kenabian atau mukjizatnya adalah setiap kali ia duduk di atas kayu kering atau tanah gersang, berubahlah tempat yang ia duduki menjadi hijau (akhdlar). Itulah mengapa dia dipanggil dengan sebutan Khidir atau ‘yang hijau’.
Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsir ad-Dur al-Manshur menukil hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas menyatakan, “Sesungguhnya, Khidir disebut demikian lantaran setiap shalat di atas hamparan kulit putih, hamparan itu tiba-tiba berubah menjadi hijau.” Imam Bukhari mengatakan, Musa dan muridnya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di tengah lautan.
Dalam beberapa riwayat, disebutkan, nama lengkap Khidir adalah Talia bin Malik bin Abir bin Arfaksyad bin Sam bin Nuh. Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa sesungguhnya Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT, sebagian lagi mengatakan ia adalah seorang Nabi. Bahkan ada yang mengatakan Khidir akan hidup sampai hari kiamat, dalam beberapa riwayat, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan Nabi Khidir. Waallahu a’lam
Pertemuan antara Nabi Musa Alaihissalam dengan Nabi Khidir Alaihissalam adalah salah satu peristiwa yang penting di dalam kehidupan Musa AS. Hal ini dijelaskan dengan rinci dalam surah al-Kahfi[18] 60-82. Latar belakang peristiwa ini diriwayatkan dari Hadits Bukhari oleh Abi bin Kaab RA.
Pada suatu hari Bani Israil bertanya kepada Nabi Musa AS, “Siapakah yang paling berilmu di dunia ini.” Beliau menjawab, “Aku adalah yang paling berilmu.” Allah SWT tidak menyukai jawaban ini. Musa AS diharapkan menjawab bahwa Allah lah yang Maha Mengetahui, oleh karena itu Allah SWT bermaksud untuk memberi lagi pelajaran kepada Musa AS sperti yang telah dilakukan Allah SWT kepada manusia terpilih lainnya. Allah SWT memberitahu Musa AS bahwa ada seorang hambaNya yang lebih berilmu dibandingkan daripadanya dan bahwa hamba ini berada ditempat dimana dua lautan bertemu. Musa AS memohon kepada Allah SWT untuk memberinya petunjuk lebih rinci mengenai tempat ini
Allah SWT memerintahkan Musa AS untuk menaruh seekor ikan kedalam sebuah baskom/panci dan berjalan menuju tempat dimana dua laut bertemu. Orang itu akan berada ditempat dimana ikannya akan menghilang. Musa AS memulai perjalanannya dengan pelayan sekaligus muridnya yang masih kecil yaitu Yusha bin Nun sampai mereka mencapai sebuah batu karang. Mereka berdua menyandarkan kepala dan beristirahat sementara disana.
Ikan itu keluar dari baskom/panci dan masuk kedalam laut, jejak jalan ikan ini dengan menakjubkan telah menciptakan sebuah terowongan. Pelayannya melihat kejadian ini. Tetapi, ia kemudian lupa menceritakan kepada Musa AS tentang kaburnya ikan tersebut, jadi mereka terus berjalan melanjutkan perjalannya selama satu hari satu malam lagi. Kemudian Musa AS memerintahkan pelayannya untuk mengeluarkan ikan tersebut karena ia sangat lapar. Keduanya merasa sangat kelelahan karena perjalanan tersebut. Pelayan itu berkata kepada Musa AS, “Aku lupa mengatakan bahwa ikan itu telah lepas ketika kita beristirahat di dekat batu karang tadi.” Musa AS menjawab, “Itu adalah tempat yang kita cari.” Jadi mereka kembali menuju batu karang tersebut.
Disana mereka melihat Khidir. Musa AS menyapanya. Khidir bertanya, “Apakah kamu Musa dari Bani Israil?” Musa AS menjawab, “Benar, dan saya mohon engkau mau mengajarkanku beberapa pengetahuan yang kamu miliki.”
Percakapan yang panjang terjadi antara Musa AS dan Khidir. Keterangan lebih rinci dari percakapan ini terdapat dalam Hadist dan juga dalam surah Al-Kahfi[18] 62-82.
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah kemari makanan kita; Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali. Musa berkata: ”Itulah(tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya Rahmat dari sisi Kami, dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”.
Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai akau sendiri menerangkannya kepadamu.” Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?”
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidir) berkata: “Bukankah aku telah berkata: Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata:”Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sehungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar”.
Khidir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu cukup memberikan uzur padaku”. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri tiu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu.
Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. 
Khidir berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang mu’min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu mengehendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai Rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.
Beberapa pelajaran dari cerita pertemuan antara Nabi Musa AS dan Nabi Khidir:
1.       Janganlah membual, walaupun faktanya kelihatan benar.
2.       Allah SWT tidak menjadi marah kepada manusia pilihanNya bila ia berbuat salah. Allah SWT kemudian memberinya tambahan pelajaran agar ia bisa lebih melihat sesuatu dalam warna sesungguhnya.
3.       Musa AS sangat bersemangat untuk menimba pelajaran dari Khidir walaupun Allah SWT telah  memberinya ilmu yang banyak. Jadi menimba ilmu adalah termasuk sunnah para Nabi.
4.       Menimba ilmu memerlukan kerja keras yang banyak dan kesabaran. Jenis dari kesulitan              bermacam-macam pada tiap kasus. Sebagai contoh, pelayan Musa AS lupa melaporkan kaburnya ikan waktu berada dekat batu. Mereka telah berjalan selama sehari semalam dan harus kembali ke tempat semula, mengalamai banyak sekali kesulitan dan kelelahan.
5.       Seorang murid harus menunjukan hormatnya kepada gurunya. Musa AS adalah seorang nabi yang besar, tetapi ia menyapa gurunya, Khidir, dengan rendah hati dan penuh hormat.
6.       Allah SWT hanya memberikan pengetahuan khusus dan terbatas kepada para NabiNya dan orang  pilihanNya. Pengetahuan Allah SWT sendiri adalah tak terbatas. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ketika Musa AS dan Khidir berada di dalam perahu, seekor burung menghampiri. Burung itu beristirahat dipinggiran perahu dan meminum sedikit air laut dengan paruhnya. Khidir berkata kepada Musa AS, “Perbandingan ilmu kita berdua dibandingkan dengan ilmu Allah SWT adalah seperti perbandingan air pada paruh burung itu dengan air di dalam laut.”
7.       Nabi Musa AS mengajarkan kita tatacara bepergian. Ia menjelaskan kepada pelayannya tentang tujuan perjalanan mereka, serta tempat akhir perjalanan sebelum mereka memulai perjalanan. Kita harus membagi pengetahuan ini dengan pelayan kita. Sayang sekali banyak majikan yang menganggap hal itu sebagai merendahkan derajat mereka bila membagi pengetahuan perjalannya dengan pelayannya.
8.       Khidir berkata bahwa segala perbuatannya yang luar biasa itu adalah bukan kemampuannya sendiri. Allah SWT telah memberinya pengetahuan khusus yang tidak diberikan kepada Nabi Musa AS. Jadi segala bentuk pengetahuan adalah karunia dari Allah SWT. Ia memberikan karuniaNya kepada siapapun yang dipilihNya. Allah SWT mengethau segala yang gaib dan kita amat terbatas dalam pengetahuan dan pemahaman kita.
Kita bersyukur kepada Allah SWT atas kehendakNya memberi kita petunjuknya yang rinci ini untuk kebaikan semua.

0 komentar:

Posting Komentar