Pages

Selasa, 27 Agustus 2013

NABI HUD AS

NABI HUD AS.


Nabi Hud AS. adalah putra Sam bin Nuh AS, berarti beliau adalah cucu Nabi Nuh AS. beliau diutus kepada kaum ‘Ad di negeri Ahqaf, yaitu suatu kaum yang berada di sebelah utara Hadramaut dari negeri Yaman.

Kaum ‘Ad dikenal dengan perawakannya yang besar dan kuat, memiliki harta yang berlimpah dari hasil bumi dan kebun-kebun mereka, sehingga mampu membangun rumah-rumah dan istana yang indah sebagai tempat tinggal mereka. Berkat karunia Allah ini mereka hidup makmur dan dalam waktu singkat mereka berkembang pesat dan menjadi suku terbesar diantara suku-suku lainnya.

Tetapi sayang, mereka menganggap bahwa apa yang mereka dapatkan itu bukan berasal dari Allah, sehingga mereka tidak mau beribadah kepada Allah dan hanya mau mengabdi kepada berhala-berhala yang mereka agungkan. Adalah kecenderungan manusia selalu lalai. Bila kemakmuran dan kemewahan sudah tercapai, mereka lupa diri dan hanya memperturutkan hawa nafsunya yang tak kenal puas.

Nabi Hud AS menyeru mereka agar beribadah kepada Allah SWT, supaya hidup mereka bertambah berkah dan jauh dari kesesatan. Namun kaum ‘Ad tidak mau mendengarnya, bahkan mereka semakin durhaka dan melampaui batas. Mereka juga berani menantang datangnya azab dari Allah SWT.

Allah menurunkan azab atas kedurhakaan mereka. Bangsa ‘Ad kemudian ditimpa musim kemarau panjang selama tiga tahun. Tak ada setetes hujan sama sekali dalam kurun itu, dan rusaklah lahan pertanian dan perkebunan yang mereka banggakan selama ini. Nabi Hud masih berkenan untuk mengingatkan mereka agar meminta ampun kepada Allah, tetapi mereka tidak mempercayai Nabi Hud dan menentangnya dengan keras.

Pada suatu hari, langit mendung, awan hitam berarak menggulung di atas langit, kaum ‘Ad berkata: “Awan itu sebagai pertanda hujan akan turun menyiram tanaman dan memberi minum ternak kita”. Nabi Hud AS berkata: “Bukan, awan itu justru membawa angin yang akan membinasakan kalian, angin yang dipenuhi siksa”.

Dan benarlah perkataan Nabi Hud AS, beberapa saat kemudian angin berhembus dengan sangat kencang dan sangat dingin, hal itu berlangsung berlangsung selama tujuh hari delapan malam, hingga kaum ‘Ad yang durhaka bergelimpangan dan binasa di rumah-rumah mereka tanpa tersisa. Sedangkan Nabi Hud dan para pengikutnya, orang-orang yang beriman, diselamatkan oleh Allah di rumahnya masing-masing.

Setelah peristiwa tersebut Nabi Hud AS dan para pengikutnya menginggalkan tempat tersebut dan hijrah ke Hadramaut untuk membangun kehidupan yang baru. Mereka tetap disana hingga akhir hayat mereka.

KAUM ‘AD – UMAT NABI HUD
Irama Dzaati al-Imaad




Reruntuhan yang berhasil digali oleh para peneliti arkeologi di kawasan Ubar. Mereka meyakini, bangunan yang berada di bawah tanah ini adalah sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad.

Nabi Hud AS. adalah salah seorang Rasul yang diutus oleh Allah SWT kepada kaumnya, yakni ‘Ad untuk menyembah dan beriman kepada Allah serta tidak menyekutukannya, namun, umatnya justru menanggapi dengan rasa permusuhan, mereka menganggap Nabi Hud AS sebagai manusia biasa yang tidak mempunyai kemampuan atau kelebihan apa pun dibandingkan mereka (Kaum ‘Ad). Umatnya ini menganggap Nabi Hud AS.  sebagai pembohong, bodoh, dan telah mengubah kebiasaan yang telah dilakukan oleh para leluhurnya terdahulu.

“Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.” (QS. Hud [11]: 50)

Namun, umatnya tak pernah menerima dakwah yang disampaikan oleh Hud. Selama bertahun-tahun Nabi Hud menyampaikan dakwah, kaumnya tetap saja membangkang dan menolaknya. seperti yang terdapat dalam AlQuran QS. Al-Mu’minun [23]: 33-37.

“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian, kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)? jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu, kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi.” (QS. Al-Mu’minun [23]: 33-37)

Karena kaum ‘Ad ini tetap saja enggan menerima dakwah Nabi Hud, maka Allah menimpakan adzab kepada mereka. Dalam AlQuran dijelaskan, kehancuran kaum ‘Ad disebabkan oleh angin topan yang dahsyat dan berlangsung selama tujuh malam delapan hari. Lihat (QSAl-Haaqqah [69]: 6-8)

Bukti Arkeologis
Setelah sekian ribu tahun akhirnya para peneliti mencoba melakukan penelitian terhadap kemungkinan ditemukannya berbagai peninggalan umat Nabi Hud dan sisa-sia dari bangsa ‘Ad tersebut. Dalam berbagai upaya penelitian tersebut akhirnya mulai menemukan tanda-tanda sebagian umat terdahulu ini. Pada tahun 1990, beberapa Koran terkemuka di dunia melapokan temuan salah seorang arkeolog yang bernama Nicholas Clapp.

Hasil temuan itu kemudian dipublikasikan di sejumlah media dengan headline yang melaporkan tentang keberadaan kamu ‘Ad ini. Seperti dikutip www.islamicity.com yang menulis Fabled Lost Arabian City Found (Kota Legenda Arabia yang Hilang  Telah Ditemukan) dan ada juga yang menuliskan Arabian City of Legend Found, The Atlantis Of Sands, Ubar dan lain sebagainya.

Dalam penelitian Nicholas Clapp merujuk pada buku-buku sejarah Arab yang bersumber pada keterangan AlQuran dan karya peneliti Inggris bernama Bertram Thomas dengan judul ArabiaFelix. Arabia Felix adalah sebuah ungkapan yang diberikan penguasa Romawi bagian selatan semenanjung Arabia pada kala itu, yang berarti Arabia yang Beruntung. Dinamakan demikian karena keberadaan dan letaknya yang sangat strategis telah menjadi perantara dalam perdagangan rempah-rempah antara India dengan tempat di utara semenanjung Arab. Dan orang-orang yang tinggal di daerah ini, mampu memproduksi dan mendistribusikan ‘frankincense (seperti gaharu), sejenis getah wangi dari pohon yang sangat langka, digunakan sebagai dupa dalam berbagai ritual keagamaan. Dan tanaman ini pada kala itu harganya sebanding dengan emas.

Dari ayat AlQuran dan buku karangan Thomas ini, Nicholas Clapp menelusuri jejak sebuah kota kuno di bagian selatan semenanjung Arab (termasuk Yaman dan Oman), bernama Ubar yang disebut dalam dongeng Suku Badui.

Dalam AlQuran, kejadian atau peristiwa yang menghancurkan kaum ‘Ad ini terjadi di kota Iram, salahsatu kota di semenanjung Arab. Setelah lokasi kota legenda yang menjadi subyek cerita dongeng Suku Badui ini ditemukan, dilakukan penggalian untuk mengangkat peninggalan dari sebuah kota yang terkubur di bawah padang pasir. Irama Dzaati al-Imaad, bermakna Kota Seribu Pilar. Menurut Ptolemeus, kota Iram merupakan ibu kota dari bangsa ‘Ad, kaum penyembah berhala yang hidup pada masa Nabi Hud AS.

Dari sini kemudian ditemukan sejumlah bekas reruntuhan yang diyakini merupakan pilar-pilar dari bangunan menara yang dulunya dimiliki Kaum ‘Ad dan Iram, sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Fajr [89] ayat6-8.

Berdasarkan keterangan dan data-data empirik tersebut, Clapp mencoba dua jalan untuk membuktikan keberadaan Ubar. Ia menemukan bahwa jalan-jalan yang diakatakan oleh suku Badui itu benar-benar ada. Ia meminta kepada NASA – Badan Luar Angkasa Nasional Amerika Serikat, untuk menyediakan foto atau citra satelit dari kawasan tersebut. Setelah melalui perjuangan yang panjang, Clapp berhasil membujuk pihak yang berwenang untuk memotret daerah tersebut.

Selanjutnya, Clapp mempelajari naskah dan peta-peta kuno di perpustakaan Huntington di California untuk menemukan peta dari daerah tersebut. Ia berhasil menemukan sebuah peta yang digambar oleh Ptolemeus sendiri, seorang ahli geografi Yunani – Mesir dari tahun 200 M. dalam peta ini ditunjukkan letak dari kota tua yang ditemukan di daerah tersebut dan jalan-jalan yang menuju kota tersebut. Bahkan, hasil foto satelit NASA menunjukkan adanya jejak kafilah yang tidak mungkin dikenali dengan mata telanjang.

Setelah membandingkan gambar dari satelit dengan peta tua itu, akhirnya Clapp berkesimpulan bahwa jejak-jejak dalam peta tua itu berhubungan erat dengan foto yang dihasilkan dari pencitraan satelit. Ia berkesimpulan kota tua tempat kaum ‘Ad dalam dongeng suku Badui terdapat di Ubar. Apalagi, setelah dilakukan penggalian, kota itu nampak berada di bawah pasir sedalam 12 meter. Yang lebih mengesankan lagi bagi Clapp, sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad ini berupa pilar-pilar bangunan yang tinggi, sebagaimana diisyaratkan AlQuran.

Dr. Zarins seorang anggota tim penelitian yang memimpin penggalian, mengatakan bahwa selama menara-menara itu dianggap sebagai unsur yang menunjukan kekhasan kota Ubar, dan Iram disebutkan mempunyai menara-menara atau tiang-tiang, hal itu merupakan bukti terkuat bahwa peninggalan sejarah yang mereka gali adalah Iram, kota kaum ‘Ad yang disebutkan dalam AlQuran.

Foto citra satelit, Ubar hanya bisa dilihat dari luar angkasa sebelum dilakukan penggalian

Peradaban Modern Kaum ‘Ad
Salah satu jejak ditemukannya keberadaan peninggalan kaum ‘Ad adalah pilar-pilar bangunan yang tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa sejak jaman dahulu, umat manusia, khususnya kaum ‘Ad, sudah memiliki peradaban yang sangat maju. Ini dibuktikan dengan pendirian bangunan yang menggunakan pilar sangat tinggi.

Banyak perdebatan mengenai ciri-ciri dari kaum ‘Ad membangun kota Iram (Ubar), terutama kemajuan peradaban mereka. Sebab, para ahli kesulitan menunjukkan bukti sejarah tentang peradaban lama dari bangsa ‘Ad ini. Menurut sebuah sumber, tidak adanya catatan mengenai peradaban bangsa ini dikarenakan kaum yang berdiam di Arabia Selatan (yaman) ini selalu menjaga jarak dengan masyarakat lain yang hidup di Mesopotamia dan Timur Tengah.

AlQuran telah menceritakan kisah kaum ‘Ad ini sejak 14 abad silam. Dalam AlQuran, umat Nabi Hud AS ini dikenal sebagai umat yang sombong. Mereka juga tidak percaya dengan kenabian Hud AS. mereka menyombongkan diri sebagai kaum yang kuat, perawakan tubuhnya tinggi besar (QS 41: 15); tinggal di bangunan tinggi, dengan istana-istana dan benteng-benteng yang dibangun diatas perbukitan (QS 26: 128-129); suka menyiksa dengan kejam (QS 26:130); mempunyai banyak keturunan, serta memiliki banyak hewan ternak, kebun dan mata air (QS 26: 133-134).



Atlantis di Padang Pasir, begitulah julukan yang diberikan kepada Kaum ‘Ad. Sebab, sisa-sisa peninggalan mereka tenggelam ke dalam tanah.

Kaum ‘Ad diperkirakan hidup antara abad ke 20 sebelum masehi (SM). AlQuran menyebutkan, kaum ini sebelum kaum Nabi Luth dan Kaum Tsamud (Nabi Saleh). Kaum Luth hidup sejaman dengan nabi Ibrahim sekitar abad 17-18 SM. Sedangkan kaum Tsamud sekitar abad ke-8 SM. Kaum ‘Ad diperkirakan hidup pada tahun 2000 SM. Namun ada pula yang menyatakan abad ke-23 SM, dan 13 SM, sebelum masa Nabi Musa AS.

Selain Ubar, ada pula peninggalan kaum ‘Ad yang ada di Shabwah, dengan ciri-ciri berupa tiang-tiang yang sangat rumit, unik dan menarik, serta dibuat model bundar (bulat) dan disusun dalam serambi-serambi melengkung. Orang-orang di Shabwah, tampaknya mewarisi gaya arsitektur dari para leluhurnya kaum ‘Ad. Sedangkan semua situs (tempat) yang ada di Yaman sejauh ini baru ditemukan memliki tiang-tiang monolit berbentuk persegi.

Fotius, dari Konstantinopel pada awal abad ke-9 masehi, melakukan penelitian tentang orang-orang Arabia Selatan dan aktifitas perdagangan yang mereka lakukan. Penelitian ini didasarkan pada manuskrip Yunani kuno dan karya Agatharichides (132 M), tentang Laut Eritrea (Laut Merah). Fotius mengatakan; “Diwartakan bahwa, mereka (bangsa Arab selatan) telah membangun banyak tiang berlapis emas atau terbuat dari perak. Ruangan-ruangan di antara tiang-tiang tersebut sangat mengagumkan untuk dilihat.”

Ia menambahkan, menara-menara itu disebut sebagai bentuk khas kota Ubar karena Iram dikatakan mempunyai menara-menara atau tiang-tiang sebagaimana keterangan AlQuran, Irama Dzaati al-Imaad.

Orang Hadramaut Keturunan Kaum ‘Ad?
Ada pendapat yang menyatakan, bahwa orang Hadramaut (Yaman) saat ini merupakan anak cucu dan keturunan dari kaum ‘Ad. Dugaan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan secara mendalam mengenai peradaban yang didirikan kaum ‘Ad, di Ubar, Yaman Selatan.

Harun Yahya dalam situsnya www.harunyahya.com dan www.bangsamusnah.com menyebutkan, di Yaman Selatan ini terdapat empat kaum yang hidup sebelum saat ini. Keempat kaum itu adalah Hadramaut, Sabaean (Saba), Minaean, dan Qatabaean.

Keempat kaum ini pada waktu yang singkat berada dalam satu pemerintahan di suatu daerah yang berdekatan. Banyak ilmuwan kontemporer mengatakan bahwa kaum ‘Ad telah memasuki satu periode transformasi dan kemudian muncul kembali ke dalam panggung sejarah. Dr. Mikhail H. Rahman, seorang peneliti dari university of Ohio, merasa yakin bahwa kaum ‘Ad adalah nenek moyang dari Hadramaut, Saba, dan sejumlah kaum yang pernah hidup di Yaman Selatan.

Seorang penulis Yunani bernama Pliny, menghubungkan suku ini sebagai “Adramitai” yang berarti Hadrami. Akhiran dalam bahasa Yunani adalah suffix - kata benda. Kata benda “Adram” mungkin merupakan perubahan dari kata “Ad-I-Ram” sebagaimana disebutkan dalam AlQuran.

Ptolemeus (150-100 SM) menunjukkan, bahwa di sebelah selatan Semenanjung Arab adalah tempat dimana kaum “Adramitai” ini pernah hidup. Daerah yang sampai sekarang ini dikenal dengan nama Hadramaut, ibu kota Negara Hadrami adalah Shabwah, terletak di sebelah barat lembah Hadramaut. Berdasarkan berbagai legenda tua yang menyatakan bahwa makam Nabi Hud yang diutus sebagai nabi kaum ‘Ad terletak di Hadramaut.

Faktor lain yang cenderung membenarkan pemikiran bahwa Hadramaut adalah penerus dari kaum ‘Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani menegaskan bahwa Hadramites (orang Hadramaut) sebagai “Suku Bangsa yang Terkaya di dunia”.

Catatan sejarah mengatakan bahwa Hadramites sangat maju dalam pertanian wewangian, salah satu tanaman yang paling berharga kala itu, mereka membangun daerah-daerah baru yang digunakan untuk menanam dan memperluas perkebunannya. Kini hasil pertanian Hadramites lebih banyak daripada produksi wewangian tersebut.

Apa yang ditemukan dalam penggalian yang dilakukan di Shabwah yang dulunya dikenal sebagai ibu kota Hadramites sangat menarik, pada penggalian yang dimulai pada tahun 1975, sangat sulit bagi para ahli arkeologi untuk mencapai sisa-sisa atau reruntuhan dari kota tersebut, sebab lokasinya terkubur di bawah gurun pasir yang dalam, tetapi hasil akhir penggalian ternyata menakjubkan. Kota tua yang digali merupakan salah satu temuan terbesar dan menarik saat ini. Kota yang dikelilingi oleh tembok, dinyatakan lebih luas dari berbagai situs kuno lainnya di Yaman, dan istananya dikenal sebagai bangunan yang menakjubkan.

0 komentar:

Posting Komentar