Bagi sebagian orang di dunia, termasuk di Indonesia, kehidupan seorang
Presiden identik dengan kemewahan. Banyak Presiden di dunia tinggal di
rumah mewah, kemana-mana naik limusin, punya banyak pengawal, fasilitas
serba mewah, gaji banyak, dan bisnis keluarga yang dijalankan oleh anak
dan istri.
Namun, tidak semua Presiden seperti itu. Di belahan dunia lain, terutama
di Amerika Latin, muncul pemimpin-pemimpin yang tak beda jauh dengan
kehidupan rakyatnya. Bagi mereka, menjadi Presiden adalah melayani
rakyat.
Berikut nama-nama Presiden yang cukup sederhana di dunia:
1. Fernando Lugo
Dia mendapat julukan “pastor kaum papa”. Maklum, sebelum menjadi
kandidat Presiden, Fernando Lugo adalah pastor yang sangat getol membela
kaum tertindas.
“Bila ada hal yang paling menyakitkan saya, maka itu adalah ketidakadilan dan terutama sekali ketidakadilan sosial,” kata Lugo.
Begitu dilantik menjadi Presiden tahun 2008, Lugo langsung menyatakan
tidak akan menerima gajinya sebagai Presiden sebesar 4000 USD per bulan.
“Saya tidak membutuhkan gaji itu, yang sebetulnya hak kaum miskin,”
katanya.
Selama menjadi Presiden, Lugo memilih tetap tinggal di rumahnya yang
sederhana. Ia juga selalu berpakaian sangat sederhana: kemeja panjang
atau lengan pendek.
Rikard Bagun dalam laporannya berkepala “Terperangah atas Asketisme
Lugo” menulis, “Setiap tamu, termasuk kami bertiga dari Indonesia (saya,
Budiman, dan Martin), ikut menikmati makanan harian Lugo berupa
singkong rebus, nasi putih, daun kol cacah (salad), dan ikan. Jenis
makanan sehari-hari rakyat biasa di Paraguay. Tidak ada yang istimewa.”
Rikard juga melihat, pada hari pertama di jabatannya, Lugo dan Hugo
Chavez menyantap makanan rakyat Amerika Latin, seperti ubi kayu, jagung,
dan pisang rebus. Sayang, 22 Juni 2012 lalu, Fernando Lugo dikudeta
oleh sayap kanan melalui parlemen.
2. Jose ‘Pepe’ Mujica
Jose Mujica adalah salah satu pemimpin Gerakan Pembebasan Nasional
Tupamaro (MLN-T). Ia menghabiskan 14 tahun di penjara karena aktivitas
gerilya melawan kediktatoran.
Ia memenangkan pemilu tahun 2009 dan resmi menduduki jabatan Presiden
pada Maret 2010. Sejak menjadi Presiden Uruguay, Pepe Mujica memilih
tinggal di rumahnya di pinggiran kota Montevideo. Di rumahnya itu tidak
ada pelayan. Hampir semua pekerjaan rumahnya, seperti memasak,
dikerjakan sendiri.
Selama menjadi Presiden, Pepe Mujica menyumbangkan 90 persen gajinya
untuk menambah anggaran sosial negerinya. Pada tahun 2010, kekayaannya
pribadinya tak lebih dari 1800 AS dollar atau sekitar Rp 18 Juta. Ia
juga hanya menggunakan Volkswagen Beetle keluaran 1987 sebagai kendaraan
pribadinya.
Hidup sederhana memang filosofi hidup politisi kiri ini. Ketika ia
menjadi anggota parlemen, ia memang sudah sangat sederhana.
Sampai-sampai Petugas parkir gedung parlemen sangat kaget ketika melihat
Mujica datang hanya mengendari motor vespa.
3. Hugo Chavez
Hugo Chavez lahir dari keluarga kelas pekerja. Ia tumbuh dalam kehidupan
yang sangat miskin bersama neneknya. Begitu terpilih sebagai Presiden
tahun 1998, Chavez menggunakan kekuasannya untuk memberdayakan kaum
miskin.
Dia juga adalah sosok Presiden yang sederhana. Seperti Fernando Lugo dan
Jose Mujica, Chavez juga menyumbangkan sebagian besar gajinya untuk
anggaran sosial. Chavez juga dikenal Presiden yang sangat merakyat.
Ketika melakukan kunjungan, Ia hanya menggunakan jeep atau menumpangi
truk.
Ketika hujan lebat mengguyur Venezuela, yang berakibat banjir hebat di
mana-mana, Chavez membuka pintu istana Kepresidenan sebagai tempat
penampungan. Baginya, Istana Kepresidenan adalah rumah rakyat.
Chavez adalah pembebas bagi rakyat Venezuela. Ia menggunakan
kekuasaannya untuk merebut kembali kontrol terhadap sumber daya dan
kemudian menggunakannya untuk memberantas kemiskinan, membebaskan rakyat
dari buta huruf, menggratiskan pendidikan dan kesehatan, menciptakan
toko sembako murah di seantero negeri, dan uan pensiun bagi lansia.
4. Fidel Castro
Fidel Castro adalah salah satu pemimpin Revolusi Kuba tahun 1959. Sejak
itu, Kuba bergerak menuju sosialisme. Tak heran, karena langkahnya yang
berbeda dengan jalan imperialisme itu, Fidel Castro dan Kuba banyak
didiskreditkan.
Yang sering terdengar, Fidel dianggap diktator dan hidup sangat mewah.
Majalah Forbes, misalnya, menuding Fidel punya simpanan 900 juta USD di
luar negeri. Berbekal tudingan palsu itu, media-media mainstream
menempatkan Castro sebagai orang terkaya di dunia.
Pada kenyataannya, Castro hidup sangat sederhana. Ia tak punya limusin
seperti Obama. Pada kenyataannya, hanya menerima gaji sebesar 900 peso
(Peso Kuba tidak punya nilai di pasar internasional, tetapi nilai
domestiknya setara kira-kira 36$ per bulan atau sekitar Rp 350 ribu). Di
Indonesia, kita hampir tidak menemukan lagi ada buruh yang dibayar di
bawah Rp 350 ribu per bulan. Tetapi Kuba membayar gaji Presidennya hanya
Rp 350 ribu.
Fidel sendiri sudah membantah tudingan Forbes. Ia bahkan menantang
Forebs, “Jika anda bisa membuktikan saya punya uang 1 dollar di luar
negeri, saya akan mundur dari jabatan saya.”
Dalam wawancaranya dengan Ignacio Ramonet, seperti ditulis di buku
“Fidel Castro: My Life”, sekalipun gajinya pas-pasan, ia mengaku tidak
sekarat dalam kelaparan. Sudah begitu, gaji yang kecil itu harus dia
sisipkan untuk menyetor iuran ke partai.
5. Nelson Mandela
Siapa yang tak kenal Nelson Mandela? Dia merupakan pemimpin terkemuka
pembebasan Afrika Selatan dari kolonialisme dan apartheid. Namanya
begitu termasyhur di seluruh penjuru Afrika dan dunia.
Meski begitu, Mandela tetap merupakan sosok yang sederhana. Begitu
menjadi Presiden tahun 1994, Mandela rutin memotong gajinya untuk
disumbangkan bagi anggaran sosial. Malahan, kemudian, ia menyerahkan
sepertiga gajinya untuk membantu anak-anak.
Rumahnya di Johannesburg maupun di desa asalnya, Qunu, terbilang sederhana dan tak ubahnya dengan rumah masyarakat umum.
Tahun 1994, ketika negerinya didera utang warisan rejim lama, Mandela
menyerukan pejabat negerinya mengencangkan ikat pinggang. Namun, sebagai
langkah awal, ia memulai dengan memotong gajinya sendiri dan gaji Wakil
Presiden.
6. Rafael Correa
Rafael Correa adalah ekonom bergelar PhD jebolan University of Illinois,
AS. Namun, sekalipun menimbah ilmu di AS, Correa justru sangat
anti-neoliberal.
Pada saat Luis Alfredo Palacio, Correa menjadi salah satu menterinya.
Saat itu Correa berani menentang proposal IMF dan Bank Dunia. Sayang,
tindakannya tidak direstui Presiden Ekuador saat itu. Correa pun mundur
dari jabatannya. Namun, sejak peristiwa itu, nama Correa makin populer
dan dikagumi rakyat.
Correa sendiri terbilang pemimpin sederhana. Tanggal 6 April lalu,
ketika APBN Ekuador diancam defisit, Correa mengeluarkan dekrit untuk
membekukan pembayaran gaji pejabat tinggi selama dua tahun. Itu termasuk
gaji Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan pejabat tinggi lainnya.
Tak hanya itu, ia juga memotong gajinya dari sekitar 8000 USD menjadi
4000 USD. Memang, gaji pejabat Ekuador termasuk tertinggi di kawasan
Andean. Dengan pemotongan gaji itu, Correa menyelamatkan APBN tanpa
memangkas subsidi sosial rakyatnya.
7. Evo Morales
Evo Morales adalah Presiden pribumi pertama dalam sejarah Bolivia.
Seperti kebanyakan pribumi Bolivia lainnya, Evo kecil sangat miskin dan
menghabiskan masa kecilnya dengan menggembala domba. Karena tekanan
kemiskinan itu pula, Evo tidak bisa menuntaskan pendidikannya.
Evo adalah seorang petani. Penderitaan yang dialami oleh petani membuat
Evo tertarik bergabung dalam serikat petani koka. Pada tahun 1995, ia
turut mendirikan partai gerakan sosial bernama Gerakan untuk Sosialisme
(MAS).
Dalam pemilu 2005, Evo memenangkan pemilu Presiden. Ia resmi menempati
jabatannya Januari 2006. Begitu ia menempati jabatannya, Evo mengumumkan
pemotongan setengah gajinya untuk meningkatkan jumlah guru dan dokter.
“Kita membutuhkan 6000 guru baru dan membutuhkan uang 2.200 USD,”
katanya. Ia juga menyerukan agar menterinya mengikuti langkahnya. “Bukan
untuk Evo, tetapi untuk rakyat,” tambahnya.
Ketika Peru dilanda gempa bumi, pada tahun 2007, Evo juga mendonasikan
separuh gajinya untuk korban gempa. Begitu pula ketika terjadi gempa di
Haiti dan Chile, Evo juga memotong separuh gajinya dan gaji Wakil
Presiden untuk disumbangkan ke rakyat Chile dan Haiti.
Selama menjadi Presiden, penampilan Evo tidak berubah. Ia lebih sering
memakai pakaian sederhana, seperti jaket kulit atau sweater biasa. Ia
juga tidak meninggalkan kebiasan kaum pribumi mengunyah daun koka.
8. Ahmadinejad
Ahmadinejad, yang pernah menjadi Walikota Teheran, Ibukota Iran, resmi
menjadi Presiden tahun 2005. Saat itu, ia diminta mengumumkan
kekayaannya. Ternyata, kekayaannya hanya satu rumah sederhana seluas 175
meter persegi dan mobil Peugeot putih keluaran 1977.
Selain itu, ketika baru menempati jabatannya, ia meminta pembantunya
menggulung karpet antik peninggalan Persia di istana negara dan
menggantinya dengan karpet biasa. Ia menolak kursi V.I.P di pesawat
Kepresidenan.
Ahmadinejad selalu berusaha menggambarkan dirinya tidak berjarak dengan
rakyat kebanyakan. Beberapa fotonya beredar di dunia maya memperlihatkan
Ia tertidur pulas di atas karpet biasa.
9. Lula Da Silva
Lula Da Silva adalah Presiden Brazil yang berlatar-belakang aktivis
buruh. Ia lahir dari keluarga yang sangat miskin. Lantaran itulah ia
harus meninggalkan bangku Sekolah Dasar. Sejak usia 12 tahun, Lula kecil
hidup di jalanan, jadi tukang semir sepatu dan menjual kacang.
Pada usia 14 tahun, Ia bekerja di pabrik pengolahan tembaga dan
menempati posisi operator mesin bubut. Lima tahun kemudian, ketika ia
bekerja di perusahaan otomotif, ia kehilangan jarinya karena kecelakaan
kerja. Namun, kejadian itulah yang mendorong Lula mengorganisir
kawan-kawannya sesama pekerja untuk membangun serikat dan memperjuangkan
hak-haknya.
Di bawah kediktatoran, Lula tampil sebagai aktivis kiri penentang
kediktatoran. Tahun 1971, Lula terpaksa menyaksikan Istrinya, Maria de
Lourde, yang menderita penyakit hepatitis, meninggal karena ketiadaan
uang untuk membeli obat. Tahun 1978, Ia menjadi Presiden Serikat Buruh
Pabrik Baja. Ia juga terlibat dalam pendirian Partai Buruh (PT).
Tiga kali maju sebagai Calon Presiden, Lula akhirnya terpilih pada tahun
2002. Pertama kalinya dalam sejarah Brazil dipimpin oleh Presiden
berhaluan kiri dan dari latar-belakang klas pekerja.
Begitu menjadi Presiden, Lula tidak mengubah kehidupannya. Ia tetap
berpenampilan sederhana. William Gonçalves, seorang Professor di
Universitas Negara Rio De Jeneiro, mengatakan, “Lula adalah rakyat. Ia
mengerti perasaan mereka dan berbicara dengan bahasa mereka.”
Lula terpilih dua kali sebagai Presiden Brazil. Masa pemerintahannya
dianggap sangat sukses. Tak heran, tingkat penerimaan rakyat terhadap
pemerintahan Lula mencapai 80%.