Fakta Nyata Dari Misteri Segitiga Bermuda
Wilayah laut di selatan Amerika Serikat 
dengan titik sudut Miami (di Florida), Puerto Rico (Jamaica), dan 
Bermuda ini, telah berabad-abad menyimpan kisah yang tak terpecahkan. 
Misteri demi misteri bahkan telah dicatat oleh pengelana samudera macam 
Christopher Columbus.
Sekitar 1492, ketika dirinya akan 
mengakhiri perjalanan jauhnya menuju dunia barunya, Amerika, Columbus 
sempat menyaksikan fenomena aneh di wilayah ini. Di tengah suasana laut 
yang terasa aneh, jarum kompas di kapalnya beberapa kali berubah-ubah. 
Padahal cuaca saat itu begitu baik.
Lebih dari itu, tak jauh dari kapal, pada
 suatu malam tiba-tiba para awaknya dikejutkan dengan munculnya 
bola-bola api yang terjun begitu saja ke dalam laut. Mereka juga 
menyaksikan lintasan cahaya dari arah ufuk yang kemudian menghilang 
begitu saja.
Begitulah Segitiga Bermuda. Di wilayah 
ini, indera keenam memang seperti dihantui ‘suasana’ yang tak biasa. 
Namun begitu rombongan Columbus masih terbilang beruntung, karena hanya 
disuguhi ‘pertunjukkan’. Beda dengan para pelintas yang lain.
Menurut catatan kebaharian, peristiwa 
terbesar yang pernah terjadi di wilayah ini adalah lenyapnya sebuah 
kapal berbendera Inggris, Atalanta, pada 1880. Tanpa jejak secuilpun, 
kapal yang ditumpangi tiga ratus kadet dan perwira AL Inggris itu raib 
di sana. Selain Atalanta, Segitiga Bermuda juga telah menelan ratusan 
kapal lainnya.
Di lain kisah, Segitiga Bermuda juga telah membungkam puluhan pesawat yang melintasinya.
Peristiwa terbesar yang kemudian terkuak sekitar 1990 lalu adalah raibnya iring-iringan lima Grumman TBF Avenger AL AS yang lebih dikenal dengan “Flight 19″ tengah berpatroli melintas wilayah laut ini pada siang hari 5 Desember 1945.
Setelah sekitar dua jam penerbangan komandan penerbangan melapor, bahwa dirinya dan anak buahnya seperti mengalami disorientasi.
Beberapa menit kemudian kelima TBF 
Avenger ini pun raib tanpa sempat memberi sinyal SOS. Anehnya, misteri 
Avenger tak berujung di situ saja.
Ketika sebuah pesawat SAR jenis Martin PBM-3 Mariner dikirim mencarinya, pesawat amfibi gembrot dengan tigabelas awak ini pun ikut-ikutan lenyap. Hilang bak ditelan udara.
Martin PBM-3 Mariner, yang ditugaskan mencari “Flight 19″ juga hilang di segitiga Bermuda
Keesokan harinya ketika wilayah-wilayah 
laut yang diduga menjadi tempat kecelakaan keenam pesawat disapu enam 
pesawat penyelamat pantai dengan 27 awak, tak satu pun serpihan pesawat 
ditemukan.
Ajaib… Tahun demi tahun berlalu. Sekitar 
1990, tanpa dinyana seorang peneliti berhasil menemukan onggokan 
kerangka pesawat di lepas pantai Fort Launderdale, Florida. Betapa 
terkejutnya orang-orang yang menyaksikan. Karena, ketika dicocok kan, 
onggokan metal itu ternyata bagian dari kelima TBF Avenger!
C-119 Flying Boxcar, hilang di segitiga Bermuda
Kisah ajaib lainnya adalah hilangnya pesawat transpor C-119 Flying Boxcar
 pada 7 Juni 1965. Pesawat tambun mesin ganda milik AU AS bermuatan 
kargo ini, hari itu pukul 7.47 lepas landas dari Lanud Homestead.
Pesawat dengan 10 awak ini terbang menuju Lapangan Terbang Grand Turk, Bahama, dan diharapkan mendarat pukul 11.23.
Pesawat ini sebenarnya hampir menuntaskan
 perjalanannya. Hal ini diketahui dari kontak radio yang masih terdengar
 hingga pukul 11. Sesungguhnya memang tak ada yang mencurigakan. 
Kerusakan teknis juga tak pernah dilaporkan. Tetapi Boxcar tak pernah 
sampai tujuan.
“Dalam kontak radio terakhir tak ada 
indikasi apa-apa bahwa pesawat tengah mengalami masalah. Namun setelah 
itu kami kehilangan jejaknya,” begitu ungkap juru bicara Penyelamat 
Pantai Miami. “Besar kemungkinan pesawat mengalami masalah kendali arah (steering trouble) hingga nyasar ke lain arah,” tambahnya.
Seketika itu pula tim SAR terbang menyapu
 wilayah seluas 100.000 mil persegi yang diduga menjadi tempat kandasnya
 C-119. Namun hasilnya benar-benar nihil. Sama seperti hilangnya 
pesawat-pesawat lainnya di wilayah ini, tak satu pun serpihan pesawat 
atau tubuh manusia ditemukan.
“Benar-benar aneh. Sebuah pesawat terbang
 ke arah selatan Bahama dan hilang begitu saja tanpa jejak,” demikian 
komentar seorang veteran penerbang Perang Dunia II.
Seseorang dari Tim SAR mengatakan, 
kemungkinan pesawat jatuh di antara Pulau Crooked dan Grand Turk. Bisa 
karena masalah struktur, ledakan, atau kerusakan mesin. Kalau memang 
pesawat meledak, kontak radio memang pasti tak akan pernah terjadi, 
tetapi seharusnya kami bisa menemukan serpihan pecahannya.
Begitu pula jika pesawat mengalami kerusakan, mestinya sang pilot bisa melakukan ditching
 (pendaratan darurat di atas air). Pasalnya, cuaca saat itu dalam 
keadaan baik. Dalam arti langit cerah, ombak hanya sekitar satu meter, 
dan angin hanya 15 knot. Analisis selanjutnya memang mengembang 
kemana-mana.
Namun tetap tidak menghasilkan apa-apa. 
Kasus C-119 Flying Boxcar pun terpendam begitu saja, sampai akhirnya 
pada tahun 1973 terbit artikel dari International UFO Bureau yang mengingatkan kembali sejumlah orang pada kasus ajaib tersebut. Dalam artikel ini dimuat kesaksian astronot Gemini IV, James McDivitt dan Edward H. White II, yang justru membuat runyam masalah.
Rupanya pada saat-saat di sekitar raibnya
 C-119, dia kebetulan tengah mengamati wilayah di sekitar Karibia. 
Gemini kebetulan memang sedang mengawang-awang di sana. Menurut catatan 
NASA, pada 3 sampai 7 Juni 1965 keduanya tengah melakukan eksperimen 
jalan-jalan ke luar kapsul Gemini dengan perlengkapan yang dirahasiakan.
Menurut Divitt, dia melihat sebuah 
pesawat tak dikenal (UFO) dengan semacam lengan mekanik kedapatan sedang
 meluncur di atas Karibia. Beberapa menit kemudian Ed White pun 
menyaksikan obyek lainnya yang serupa. Sejak itulah lalu merebak isu, 
C-119 diculik UFO. Para ilmuwan pun segera tertarik menguji kesaksian 
ini.
Tak mau percaya begitu saja, mereka 
mengkonfirmasi obyek yang dilihat kedua astronot dengan satelit-satelit 
yang ada disekitar Gemini IV. Boleh jadi ‘kan yang mereka salah lihat ? 
Maklum saat itu (hingga kini pun), banyak pihak masih menilai sektis 
terhadap kehadiran UFO. Ketika itu kepada kedua astronot disodori gambar
 Pegasus 2, satelit raksasa yang memang memiliki antene mirip 
lengan sepanjang 32 meter dan sejumlah sampah satelit yang ada di 
sekitar itu.
Namun baik dari bentuk dan jarak, mereka 
menyanggah jika telah salah lihat. “Sekali lagi saya tegaskan, dengan 
menyebut UFO ‘kan tak berarti saya menunjuk pesawat ruang angkasa dari 
planet lain. Pengertian UFO sangat universal. Bahwa jika saya melihat 
pesawat yang menurut penilaian saya tak saya kenal, tidakkah layak jika 
saya menyebutnya sebagai UFO?” sergah Divitt.
Begitulah kasus C-119 Flying Boxcar yang 
tak pernah terpecahkan hingga kini. Diantara kapal atau pesawat yang 
raib di wilayah Segitiga Bermuda kisahnya memang senantiasa sama. 
Terjadi ketika cuaca baik, tak ada masalah teknis, kontak radio berjalan
 biasa, tetapi si pelintas tiba-tiba menghilang begitu saja. Tanpa jejak
 sama sekali.
Banyak teori kemudian dihubung-hubungkan 
dengan segala kejadian di sana. Ada yang menyebut teori pelengkungan 
waktu, medan gravitasi terbalik, abrasi atmosfer, dan ada juga teori 
anomali magnetik-gravitasi.
Selain itu ada juga yang mengaitkannya dengan fenomena gampa laut, serangan gelombang tidal, hingga lubang hitam (black-hole)
 yang hanya terjadi di angkasa luar sana. Aneh-aneh memang analisanya, 
namun tetap saja tak ada satu pun yang bisa menjelaskannya.
Penyelidikan terakhir
Segitiga Bermuda di program TV Discovery 
& National Geographic tahun 2011 telah  menyelidiki bahwa terjadinya
 gangguan mesin, kompas & alat navigasi lain karena adanya daya 
magnet lokal (bukan magnet kutub) yang dihasilkan dari bawah kulit bumi 
pada daerah tersebut. Bukti baru ini telah diselidiki oleh para ahli 
dengan citra satelit di daerah tersebut.
Lalu para ahli beserta para pilot 
berpengalaman menyusuri daerah sekitarnya dan terbukti pula bahwa 
alat-alat navigasi dalam kokpit berubah dan terganggu. Karena  teknologi
 masa kini semakin canggih, maka dapat di pantau pula melalui satelit.
Dari citra satelit dengan infra red, 
ultra violet & lainnya yang memantau daerah itu telah terbukti bahwa
 di dalam kerak bumi pada daerah tersebut terdapat pusaran-pusaran lava 
panas yg menghasilkan gelombang-gelombang elektromagnet sampai menembus 
ke luar permukaan bumi.
Pusaran-pusaran panas yang berupa lava cair di dalam kerak bumi berputar seperti layaknya hurricane atau thypoon yang diameternya sangat besar dan terjadi di bawah kerak bumi.
Earth Magnetic Field
Jadi jika bumi diibaratkan balon yang 
diisi air, karet balon adalah kerak bumi sedangkan air dalam balon 
adalah magma/lava cair yang berada di dalam inti bumi.
Cairan lava dibawah mantel Bumi tersebut memiliki tekanan dan panas yang berbeda-beda.
Cairan tersebut juga memiliki “arus” dan dapat berputar-putar seperti jika kita baru merebus air.
Gerak arus lava yang berputar-putar tersebut ternyata juga menimbulkan medan magnetik.
Medan magnet yang dihasilkan dapat 
menimbulkan gelombang elektromagnet dan dapat mempengaruhi alam 
sekitarnya hingga ke atas kerak bumi / permukaan bumi dan membuat alat 
navigasi menjadi berantakan dan tak berfungsi sempurna.
Akibat peralatan navigasi yang 
terpengaruhi oleh medan magnet dari putaran-putaran lava di dalam mantel
 Bumi inilah yang akhirnya membuat peralatan navigasi terganggu dan 
membuat tujuan atau rute yang direncanakan akan dituju mengubah halauan 
sang kapten dan pilot.
Hingga kini, tiada satupun ada orang yang
 selamat (survivor) yang berhasil ditemukan. Pada masa lalu teknologi 
tak secanggih sekarang, bangkai pesawatpun tak berbekas sama sekali. 
Oleh sebab itulah, pada masa lalu, teori mengenai medan magnet lokal 
akibat adanya putaran-putaran lava di dalam kerak Bumi bukan hanya 
satu-satunya teori.
Teori tentang akibat adanya campur tangan
 UFO atau pengaruh Geografi dan iklim (alamiah) serta pengaruh medan 
magnet, masih merupakan beberapa teori dari adanya teori-teori lainnya 
tentang Segitiga Bermuda ini. Selama itu belum mutlak pasti, misteri 
masih terbuka lebar.
Namun yang jelas dalam beberapa dekade 
terakhir, kecelakaan sangat jarang sekali terjadi bahkan bisa dibilang 
tak ada. Jika ini karena adanya konspirasi lain apalagi diluar domain 
sains, misalnya karena menyangkut alien, UFO, makhluk laut jahat, bahkan
 makhluk gaib, dajjal ataupun setan alas, atau bahkan gas methane, pasti
 kecelakaan akan terus terjadi hingga saat ini.
Kenapa dalam beberapa dekade ini tak ada 
lagi kecelakaan yang berarti di segitiga bermuda? Sebabnya adalah karena
 pada masa kini pesawat dan kapal laut tak lagi hanya menggunakan 
penunjuk arah yaitu Kompas saja. Namun pada masa kini semua transportasi
 tersebut sudah menggunakan sistim navigasi GPS (Global Positioning System) yang dipandu oleh minimal 3 buah satelit.
Itu sebabnya karena telah dipandu oleh 
satelit, dan tak lagi dipandu oleh magnet di kedua kutub Bumi, maka arah
 mata angin Utara, Selatan, Timur dan Barat akan lebih akurat dan takkan
 berpengaruh oleh medan magnet atau apapun itu.
Tapi, bagaimana dengan bangkai-bangkai 
kapal dan pesawat yang tak ditemukan? Bangkai-bangkai kapal apalagi 
pesawat tak semuanya dapat ditemukan karena dalamnya lautan di wilayah 
segitiga Bermuda. Belum lagi masalah “impact” saat pesawat jatuh dan 
tekanan air yang kuat saat tenggelam.

Apparently
 most of the ships met their fate as a result of the 200 square miles of
 coral reef surrounding the island rather than the infamous Bermuda 
Triangle’s influence.
Walau tak semuanya, namun nyaris semua 
posisi kapal-kapal karam itu telah diketahui keberadaannya, baik secara 
pencarian ataupun secara tak sengaja terdeteksi oleh sonar kapal yang 
sedang lewat.
Untuk sebuah pencarian janganlah 
sepelekan kawasan ini, kawasan segitiga bermuda sangat luas, bahkan 
lebih besar dan lebih luas dari pulau Kalimantan, namun ini lautan 
bebas, yang sangat sering dilalui puluhan badai (hurricane) ditiap 
tahunnya dan kadang juga lautannya berarus kuat.
Tapi dari sisi apapun, tak ada 
keuntungannya untuk mencari semua kapal-kapal dan pesawat tersebut. 
Secara biaya juga sangat besar, karena harus memakai robot yang 
dikendalikan dari jauh atau kapal selam khusus yang dapat menyelam di 
lautan yang dalamnya lebih dari 200 meter hingga ribuan meter. Bangkai 
kapal karam yang sangat dekat dengan permukaan laut saja tidak digubris 
apalagi yang ada dilaut yang sangat dalam?
Apa keuntungan yang dapat diperoleh 
dengan mencari bangkai-bangkai kapal tersebut? Secara nilai historikal 
juga tak sebanding dengan biaya yang akan dikeluarkan. Cobalah pencarian
 di google tentang penemuan-penemuan bangkai-bangkai kapal tersebut. 
Kebanyakan dapat terdeteksi oleh sonar, namun tak ada tindak lanjut, 
apalagi untuk ditelusuri, diselidiki atau diambil.
Kini, semua misteri telah usai, sudah tak
 ada lagi kecelakaan atau hilangnya pesawat dan kapal laut akibat salah 
navigasi di segitiga Bermuda hingga saat ini. Dan kini pula, saatnya si 
Dajjal pensiun, atau ngungsi ke planet lain. (sumber: icc.wp.com, Bermuda Triangle on National Geographic TV Channel)
Beberapa kapal yang hilang di Segitiga Bermuda:
USS
 Cyclops (AC-4) lost in 4 March 1918 en route from barbados to 
Baltimore. No traces are left behind. The ship and its crew and 
passengers are numbered 306 people vanished. This is the greatest loss 
of life in the history of the U.S. Navy–was not the outcome of the 
battle.
USS
 Nereus (AC-10) was a U.S. Navy ship during World War i. his name is 
taken from the Sea-God in the mythology of Greece 00 Nereus. Missing 
about 10 December 1941, en route to Portland, Maine from St. Thimas in 
the Virgin Island. As many as 61 crews participated were lost. 
Interestingly, Nereus was lost on the same route with USS Proteus that 
disappeared earlier.
USS Proteus (AC-9) is a Navy ships into merchant ships. No clear News newspaper since 23 November 1941.






0 komentar:
Posting Komentar