Keraguan akan keaslian naskah 
Supersemar yang disimpan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) muncul
 setelah tumbangnya Orde Baru (Orba) pada 1998. Keraguan publik soal 
otentisitas surat perintah dari Presiden Soekarno ke Menteri Panglima 
Angkatan Darat, Letjen Soeharto, dikala itu semakin diperkuat oleh 
beberapa saksi sejarah bekas tahanan politik Orba yang akhirnya buka 
suara.
Tiga Versi Supersemar, Misteri Lebih Dari Empat Puluh Tahun
Lebih dari empat puluh tahun berlalu, 
misteri Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) hingga kini belum juga
 terpecahkan. Di mana naskah asli surat tersebut juga masih belum bisa 
ditemukan.
Sejumlah versi proses terbitnya 
Supersemar pun beredar. Entah siapa yang benar. Namun dari sejumlah 
keterangan, yang tidak bisa dibantah adalah Supersemar yang disimpan di ANRI adalah palsu.
Supersemar yang disimpan di etalase arsip negara itu kini ada tiga versi versi:
Versi Pertama,
 yakni surat yang berasal dari Sekretariat Negara. Surat itu terdiri 
dari dua lembar, berkop Burung Garuda, diketik rapi dan di bawahnya 
tertera tanda tangan beserta nama Sukarno.
Versi Kedua,
 berasal dari Pusat Penerangan TNI AD. Surat ini terdiri dari satu 
lembar dan juga berkop Burung Garuda. Ketikan surat versi kedua ini 
tampak tidak serapi pertama, bahkan terkesan amatiran. Jika versi 
pertama tertulis nama Sukarno, versi kedua tertulis nama Soekarno.
Versi Ketiga,
 lebih aneh lagi. Surat yang terakhir diterima ANRI itu terdiri dari 
satu lembar, tidak berkop dan hanya berupa salinan. Tanda tangan 
Soekarno di versi ketiga ini juga tampak berbeda dari versi pertama dan 
kedua.
Kepala ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia),
 M Asichin, memastikan ketiga surat itu adalah Supersemar palsu. “Sebab,
 lazimnya surat kepresidenan, seharusnya kop surat Supersemar berlambang
 bintang, padi dan kapas. Bukannya Burung Garuda. Apalagi yang polosan 
seperti yang terakhir,” kata Asichin di Jakarta, Sabtu (10/3/2012).
Dari segi isi, kata Asichin, beberapa 
versi Supersemar tersebut relatif sama. Hanya ada perbedaan dari versi 
pertama dan kedua. Surat pertama terdiri dari empat poin yakni:
I. Mengingat,
II. Menimbang,
III. Memutuskan/Memerintahkan dan
IV. Selesai.
II. Menimbang,
III. Memutuskan/Memerintahkan dan
IV. Selesai.
“Bedanya, di versi kedua tidak ada IV. Selesai,” ujar Asichin.
Benedict Anderson, pakar sejarah Indonesia asal Amerika Serikat, pernah mengatakan Supersemar asli sengaja dihilangkan. Hal itu didapatkan Anderson dari pengakuan seorang tentara yang bertugas di Istana Bogor, tempat Supersemar dibuat.
Tanpa menyebut nama dan pangkat tentara tersebut, Anderson mengatakan, Supersemar asli berkop surat Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Bukan kop surat dengan lambang Burung Garuda seperti yang ada sekarang.
Jelas keterangan ini menyudutkan 
Soeharto, yang saat itu menjabat Panglima Angkatan Darat. Sebab, dengan 
Supersemar berkop surat MBAD menunjukkan surat perintah itu memang 
diinginkan oleh Soeharto. Apalagi, muncul versi Soekarno dipaksa oleh 
beberapa jenderal utusan Soeharto untuk meneken Supersemar di bawah 
todongan senjata.
Jenderal M Jusuf, salah satu petinggi AD 
yang menemui Soekarno di Istana Bogor, pernah mengklaim memiliki naskah 
Supersemar. ANRI pernah berkali-kali meminta keterangan kepada Menteri 
Perindustrian Kabinet Dwikora itu. Namun, hingga akhir hayat M Jusuf 
pada 8 September 2004, upaya itu gagal.
Pada 31 Agustus 2005, ANRI pernah 
memawancarai keponakan M Jusuf, Andi Heri di Makassar. “Namun pengakuan 
keluarga katanya kami tidak pernah menyimpan”, ujar Asichin.
Pada 2008, pengakuan lain dibuat oleh 
Ubaydillah Thalib, putra Salim Thalib, staf intel Komando Operasi 
Tertinggi Gabungan-5 (G-5 KOTI). Thalib mengatakan ayahnya, yang 
meninggal 2002 lalu, pernah bercerita kepadanya bahwa Supersemar yang 
ada selama ini adalah palsu.
“Teks itu tidak tersusun rapi seperti yang sekarang beredar, tapi memang diketik,” ujar Ubay saat itu.
Menurut Ubay, ayahnya sempat melihat 
sekilas teks tersebut saat diperintahkan oleh Letkol Sudharmono untuk 
menyimpan di ruangannya. “Tapi sayangnya yang melihat teks Supersemar 
itu hanya beberapa orang,” kata Ubay.
Cek Kosong Untuk Soeharto
Soekarno memberi surat lanjutan bahwa Supersemar bersifat teknis/administratif semata, bukan politis.
Kontroversi Surat Perintah 11 Maret 1966 
(Supersemar) tidak hanya seputar keberadaan (fisik) surat itu, namun 
juga soal isinya. Tiga versi Supersemar yang disimpan di Arsip Nasional 
Republik Indonesia (ANRI) secara isi memang sama, yakni perintah untuk 
mengamankan negara. Namun, bagaimana tafsir atas isi surat tersebut?
Seperti diketahui, Supersemar telah 
dijadikan alat pembenaran bagi Soeharto, si penerima, untuk memberangus 
Partai Komunis Indonesia (PKI), menangkap 15 menteri yang dianggap 
beraliran kiri dan loyal terhadap Presiden Soekarno serta mengawasi 
pemberitaan di media massa saat itu.
Melihat langkah Soeharto itu, Soekarno 
segera mengeluarkan surat lanjutan dua hari berikutnya atau 13 Maret 
1966 (Wisnu: 2010). Surat yang berisi tiga poin penting ini dibawa oleh 
Wakil Perdana Menteri II, Dr J Leimena, dan diserahkan kepada Soeharto.
Surat itu pada intinya mengingatkan Soeharto bahwa:
Pertama,
 Supersemar bersifat teknis/administratif semata, bukan politis. Surat 
semata-mata berisi perintah untuk mengamankan rakyat, pemerintah dan 
presiden.
Kedua, surat juga mengingatkan pembubaran partai politik harus atas seizin presiden.
Ketiga, Soeharto diminta datang menghadap presiden untuk memberikan laporan.
Surat yang tidak banyak diketahui publik 
ini akhirya tak digubris Soeharto. Semua tahu bahwa setahun setelah 
penyerahan Supersemar atau 12 Maret 1967, Soeharto diangkat sebagai 
Presiden menggantikan Soekarno tanpa proses pemilu.
Sejarawan Asvi Warman Adam (2009) menilai Supersemar seperti blanko cek kosong yang bisa diisi semaunya oleh Soeharto. Hal ini terlihat dalam frasa “mengambil tindakan yang dianggap perlu” dalam poin perintah pertama surat itu.
Supersemar, kata Asvi, akhirnya ditafsirkan bukan hanya sebagai perintah pengamanan, namun juga pemindahan kekuasaan (transfer of authority).
 Brigjen Amir Machmud, salah satu orang dekat Soeharto, setelah melihat 
surat itu menilai surat itu bernada penyerahan kekuasaan.
Menurut Asvi, seharusnya surat kepada 
militer jelas batas dan jangka waktu pelaksanaannya. Poin ketiga surat 
lanjutan Soekarno pada 13 Maret 1966 menunjukkan sang presiden telat 
menyadari ketidakjelasan jangka waktu pelaksanaan Supersemar.
Namun keterangan Wakil Perdana Menteri I,
 Soebandrio, setelah lepas dari tahanan Orde Baru, menunjukkan Sang 
Pemimpin Besar Revolusi tak seceroboh itu. Menurutnya, Supersemar 
terdapat frasa “setelah keadaaan terkendali, Supersemar diserahkan kembali kepada Presiden Soekarno.” Ketarangan Soebandrio itu dibenarkan oleh Pangkostrad Letjen Kemal Idris.
Kontroversi isi Supersemar ini akhirnya membuat persepsi bahwa Supersemar palsu sengaja dibuat mengarahkan ke transfer of authority. Sementara yang asli jelas merupakan perintah mengamankan negara atau delegation of authority. Ini pula yang diamini Roeslan Abdul Gani, salah satu menteri Soekarno saat itu.
Siapa yang mengetik Supersemar?
Kontroversi keberadaan (fisik) dan isi 
Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) juga diikuti dengan misteri 
siapa yang mengetik surat sakti itu. Namun, dari sekian lama kontroversi
 bergulir, baru satu orang yang mengaku mengetik surat itu. Dia adalah 
Letkol (Purn) Ali Ebram.
Saat Supersemar terbit, Ebram adalah 
Asisten I Intelijen Resimen Cakrabirawa. Dia mengaku mengetik Supersemar
 dengan didiktekan Presiden Soekarno. Ebram, yang tidak terbiasa 
mengetik, mengaku gemetar saat menekan tombol-tombol mesin cetak itu.
Dalam ‘Kudeta Supersemar’ 
(Wisnu: 2010) diceritakan, Ebram mengaku dipanggil oleh bosnya Komandan 
Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur, untuk membawa mesin tik dan kertas 
berkop kepresidenan ke paviliun Hartini, ruang pribadi presiden di 
Istana Bogor. Ebram mengetik surat itu selama satu jam.
Menurut pengakuannya, di ruang lain, tiga
 petinggi Angkatan Darat yakni Brigjen M Jusuf, Brigjen Amirmachmud dan 
Brigjen Basuki Rahmat, sudah menunggu. Keterangan Ebram klop dengan 
pengakuan Amirmachmud bahwa saat menunggu, ia melihat presiden masuk ke 
kamar dalam waktu yang cukup lama.
Namun, Komandan Detasemen Kawal Pribadi 
Presiden, Mangil Martowidjojo, mengatakan lain. Mangil mengatakan, sang 
pengetik adalah Sabur sendiri. Dengan membawa kertas dan mesin tik, kata
 Mangil, Sabur mengatakan sedang membuat surat perintah. Sabur, kata 
dia, mengetik hasil koreksi Supersemar setalah Soekarno mendiskusikan 
versi awal kepada tiga jenderal itu bersama dua wakil perdana menteri, 
Soebandrio dan Chaerul Saleh.
Sementara itu, Soebandrio, yang mengaku 
turut mengoreksi, mengaku tidak tahu siapa yang mengetik Supersemar. Dia
 hanya mengetahui Supersemar diketik oleh salah satu staf di Istana 
Bogor.
Sedangkan Benedict Anderson, pakar 
sejarah Indonesia asal Amerika Serikat, mengatakan lain. Dari pengakuan 
seorang tentara di Istana Bogor, Anderson mengatakan, Supersemar asli 
berkop surat Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Keterangan ini secara 
tidak langsung membantah Ebram sebagai pengetik Supersemar karena ia 
mengaku mengetik surat itu di atas surat berkop kepresidenan.
Namun sayang, Anderson tidak mau mengungkapkan siapa tentara pemberi informasi tersebut, berikut pangkatnya.
Pistol di Dada Soekarno
Dada Soekarno malam itu mungkin tak 
sebusung waktu ia mengatakan “ini dadaku mana dadamu” kepada Malaysia. 
Dini hari, 11 Maret 1966 di Istana Bogor, pistol FN-46 itu ditodongkan 
Brigjen Basuki Rachmat ke dada sang presiden. Soekarno dipaksa untuk 
meneken sebuah surat di dalam map merah jambu.
Dalam “Mereka Menodong Soekarno” Letnan 
Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, pengawal presiden yang berjaga malam 
itu, mengaku langsung mencabut pistolnya. Namun, Soekarno menyuruh 
pengawalnya itu untuk memasukkan kembali ke sarungnya.
Kop surat, kata dia, tidak ada lambang 
kepresidenan. Dia justru melihat kop Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) 
di sisi kiri atas surat tersebut.
“Untuk mengubah waktunya sudah sangat 
sempit. Tandatangani sajalah, Paduka. Bismillah,” kata Basuki Rachmat, 
yang ditemani Brigjen Amirmachmud, Brigjen M Jusuf dan M Panggabean.
Surat yang kemudian dikenal dengan Surat 
Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) itu akhirnya diteken oleh Soekarno. 
Keempat jenderal utusan Soeharto itu lantas membawa surat dengan 
sumringah. Setelah kejadian itu, Soekarno langsung mewanti-wanti 
Sukardjo.
“Kamu harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,” ujar Sukardjo menirukan pesan Soekarno saat itu.
Dan benar saja, tak 
lama setelah kejadian itu, Sukardjo dilucuti oleh pasukan Kostrad dan 
RPKAD untuk kemudian ditahan. Dia dipenjara oleh Orde Baru tanpa 
peradilan selama 14 tahun. Selama ditahan, ia menerima penyiksaan, 
seperti disetrum puluhan kali dan dipaksa mengaku PKI.
Meski banyak yang membantah cerita 
tersebut, setidaknya itulah kesaksian dari Sukardjo, pengawal presiden, 
yang kedatangan tamu empat jenderal pada pukul 01.00 WIB. Selain soal 
pistol, kesaksian yang paling diragukan adalah kehadiran Brigjen M 
Panggabean. Dari beberapa versi cerita, cuma Sukardjo yang mengatakan 
kehadiran Panggabean di Istana Bogor. Jadi bukan 3 orang Jenderal, namun
 4 orang Jenderal.
Namun, tak sedikit juga yang memperkuat 
kesaksian Sukardjo. Mereka yang memperkuat kesaksian Sukardjo adalah R 
Seoekiram, S Ponirah, Soeprapto Karto Siswoyo dan Rian Ismali. 
Keempatnya merupakan purnawirawan CPM dan TNI AD.
Akibat pengakuannya yang menghebohkan 
usai reformasi pecah pada 1998 itu, Sukardjo sempat menghadapi proses 
hukum atas tuduhan menyebarkan berita bohong. Namun, ia berhasil lolos 
dari jeratan hukum karena tuduhan itu tidak terbukti.
Kesaksian Sukardjo Wilardjito
Naskah itu tidak segera ditandatangani 
Sukarno. Dia sempat bertanya tentang mengapa kop surat itu dari Markas 
Besar Angkatan Darat. Seharusnya Surat Perintah itu ber-kop surat 
kepresidenan.
Tapi pertanyaan Sukarno hanya dijawab 
Jendral Basuki Rachmat, “Untuk membahas, waktunya sangat sempit. Paduka 
tandatangani saja”.
Kesaksian ini dituturkan Sukardjo Wilardjito, mantan pengawal Presiden Sukarno.
Sesudah jatuhnya Sukarno, Sukardjo pernah
 dipenjara oleh rezim Orba selama 14 tahun tanpa proses pengadilan, 
termasuk menjalani beragam penyiksaan, disetrum puluhan kali dan dipaksa
 mengaku PKI.
Melihat itu, Sukardjo sebagai pengawal presiden secara refleks mencabut pistol untuk melindungi presiden.
Namun Sukardjo meletakkan pistolnya kembali, karena Sukarno tidak ingin melihat pertumpahan darah.
Surat yang akhirnya ditandatangani Sukarno itu dikenal kemudian dengan nama Supersemar. Surat Perintah Sebelas Maret.
Sukardjo juga bersaksi bahwa yang 
menghadap Sukarno adalah empat jendral dan bukan tiga jendral seperti 
yang disebutkan selama ini.
Jendral M. Yusuf (wikipedia)
Keempat jendral utusan Suharto itu adalah:
Biarpun ada yang masih meragukan 
kesaksian Sukardjo itu, tapi dia tetap berpegang pada kesaksiannya itu. 
Kemudian malah menulis kesaksiannya di bukunya berjudul “Mereka Menodong
 Bung Karno”.
Kesaksian Sukardjo bahwa Sukarno ditodong, pernah dibantah M. Yusuf dan Panggabean sendiri.
Kesaksian itu juga dibantah oleh A.M. 
Hanafi mantan Dubes RI di Kuba, dalam bukunya “Hanafi Menggugat”. 
Sehingga kebenaran kesaksian Sukardjo itu masih perlu ditelusuri lagi. 
Benarkah demikian?
Ditodong atau tidak, rasanya Sukarno 
bukan orang yang mudah digertak. Bagaimanapun, apapun alasan Sukarno 
menandatangani naskah Supersemar, pada dasarnya kesaksian Sukardjo itu 
menggambarkan situasi yang tidak kompromistik.
Jendral Maraden Panggabean (wikipedia)
Situasi yang membuat Sukarno terjepit. 
Tak ada waktu bernegosiasi. Pokoknya teken sekarang! Ada bau konspirasi 
di balik itu. Dan hasilnya adalah lahirnya Surat Perintah 11 Maret atau 
Supersemar. Bung Karno menyebutnya dengan istilah SP Sebelas Maret.
Sesudah menandatangani surat itu, Bung Karno masih sempat mengatakan, bahwa surat itu mesti dikoreksi kalau keadaan sudah pulih.
Permintaan itu tidak pernah terwujud, 
karena ketika menandatangani surat itu, tanpa disadari Sukarno sedang 
menandatangani kejatuhannya.
Sesudah penandatanganan Supersemar, boleh dikatakan “wahyu sebagai pemimpin” seakan sudah tercabut dari Sukarno.
Sebagai presiden, Sukarno sudah 
menandatangani ribuan surat. Tapi tandatangannya di surat yang satu ini,
 Supersemar, menjadi pedang yang menghunus kekuasaannya sendiri.
Jendral Amir Machmud (wikipedia)
Kita tahu, Supersemar adalah surat mandat Sukarno pada Suharto untuk mengamankan negara yang kacau akibat G30S PKI.
Belakangan mandat Supersemar ini ternyata dijadikan legitimasi untuk mengambil alih kekuasaan yang menyingkirkan Sukarno.
Dengan Supersemar itu Suharto memperoleh surat sakti, kemudian bergerak cepat meraih kursi presiden.
Bung Karno yang sadar bahwa Supersemar ternyata dimanipulasi, dalam pidatonya berteriak “Jangan jegal perintah saya!
Jangan saya dikentuti!”. Ini ekspresi 
kemarahan Sukarno kepada orang-orang yang dianggapnya telah menipunya, 
melangkahinya dan membangkang perintahnya.
Menjelang kejatuhannya, Bung Karno mulai 
agak kehilangan kontrol diri. Itu tampak dari pidato-pidatonya yang 
emosional. Tampaknya Bung Karno mulai frustrasi. Dia sudah mulai merasa 
ditinggalkan dan dikhianati oleh orang-orang sekitarnya.
Jenderal Basuki Rahmat (wikipedia)
Salah satunya yang bikin Sukarno merasa 
dikentuti, seperti katanya, adalah Supersemar tadi. Bagaimana tidak? 
Bung Karno merasa Supersemar diplintir!
Padahal Supersemar dimaksudkan Sukarno 
untuk memberi mandat pada Suharto agar segera memulihkan keamanan 
negara, bukan melengserkannya.
Kecurigaan presiden Sukarno bahwa ada persekongkolan yang berniat memanipulasi Supersemar, tercermin dari pidatonya.
Ketika itu Bung Karno mulai melihat 
tanda-tanda Supersemar yang disebutnya SP 11 Maret itu mulai “dimainkan”
 oleh Suharto. Karena itu Bung Karno menekankan berkali-kali, dirinya 
tidak bermaksud mengalihkan kekuasaannya pada Suharto.
Kata Bung Karno, “Dikiranya SP Sebelas Maret adalah surat penyerahan pemerintahan. Dikiranya SP Sebelas Maret itu, suatu transfer of sovereignty. Transfer of authority.
 Padahal TIDAK! SP Sebelas Maret adalah suatu perintah. SP Sebelas Maret
 adalah suatu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya 
pemerintahan. Pengamanan jalannya ini pemerintahan. Seperti kukatakan 
dalam pelantikan kabinet. Kecuali itu juga perintah pengamanan 
keselamatan pribadi Presiden. Perintah pengamanan wibawa Presiden. 
Perintah pengamanan ajaran Presiden. Perintah PENGAMANAN beberapa hal”.
Berdasarkan pidato Sukarno di atas, 
timbul kecurigaan orang. Mungkinkah Supersemar “sengaja” dinyatakan 
hilang? Betulkah naiknya Suharto sebagai presiden adalah 
inskonstitusional karena bertentangan dengan amanat Supersemar? Dan 
karenanya Supersemar mesti lenyap secara misterius? Apakah bisa 
dipercaya begitu saja bahwa dokumen negara sepenting itu bisa hilang?
Dua naskah Supersemar di Arsip Nasional 
disebutkan hanya fotocopy. Yang janggal, dua naskah itu tidak mirip 
karena diketik dengan spasi berbeda. Pertanyaannya, yang manakah di 
antara kedua naskah itu yang otentik? Atau apakah malah keduanya 
sama-sama tidak otentik?
Menurut kesaksian staf intel Komando 
Operasi Tertinggi Gabungan-5 (G-5 KOTI) Salim Thalib, naskah Supersemar 
yang dikenal sekarang adalah palsu. Selain aslinya tidak serapi itu, isi
 naskah juga tidak sama dengan naskah aslinya.
Jadi betulkah tuduhan beberapa kalangan 
yang menyamakan ini dengan usaha penghilangan barang bukti? Kalau memang
 Supersemar tidak diplintir, apa buktinya bahwa Supersemar itu tidak 
diplintir?
Sebetulnya kenapa Supersemar itu mesti 
dirancang dan Sukarno mesti dipaksa menandatangani? Ada banyak teori 
konspirasi rumit tentang ini. Tapi saya tertarik dengan teori berikut 
ini.
Persaingan PKI dan Angkatan Darat
Latar belakangnya tak lepas dari 
persaingan antara PKI dan Angkatan Darat. Sebelum terjadinya G30S, 
persaingan antara PKI dan Angkatan Darat sudah dalam taraf saling jegal 
menjegal. Bahkan PKI sampai ingin membangun “Angkatan Kelima” dalam 
militer.
PKI ingin menggeser Angkatan Darat. Dan 
Angkatan Darat ingin menggeser PKI. Apalagi ketika itu Sukarno sudah 
mulai sakit-sakitan. Mungkin usianya tidak lama lagi. Pokoknya siapa 
cepat, dia dapat. Antara PKI dan Angkatan Darat sudah betul-betul 
sikut-sikutan.
Begitu meletus konspirasi G-30S, inilah 
kesempatan Angkatan Darat untuk menghancurkan saingan beratnya itu. Tak 
ada ampun, pokoknya PKI harus musnah. Dan penghancuran itu akan lebih 
afdol jika presiden sendiri yang mengumumkan pembubaran PKI. Soalnya 
yang punya hak untuk membubarkan partai politik cuma presiden. Itu 
adalah hak prerogatif presiden. Tapi tunggu punya tunggu, Sukarno kok 
belum mau juga membubarkan PKI. Bagaimana ini?
Angkatan Darat melalui tangan Suharto pun
 mengambil jalan pintas. Potong kompas. Caranya, harus dibuat sebuah 
surat perintah yang telah terkonsep, yang membuat Angkatan Darat jadi 
punya alasan yuridis melibas PKI. Konsep surat itu pun dibuat. Konsep 
Supersemar. Isinya perintah presiden kepada Angkatan Darat (Suharto) 
untuk mengamankan negara.
Nah, dengan dalih mengamankan negara 
inilah Angkatan Darat jadi punya alasan mengganyang habis PKI. Angkatan 
Darat memang berlomba dengan waktu. Harus bergerak cepat. Kalau tidak, 
PKI bisa kembali bangkit mengumpulkan kekuatan dan mendepak jauh-jauh 
Angkatan Darat dari panggung kekuasaan. Now or never! Jadi sekarang Angkatan Darat tidak boleh kalah cepat!
Setelah itu Suharto memerintahkan para 
Jendral tadi untuk membawa surat itu kepada Sukarno. Dengan pesan 
khusus, “pokoknya harus ditandatangani Sukarno”.
Begitu Supersemar ditandatangani, itulah 
awal aksi pedang Orba. Nampaknya tanda tangan Sukarno tadi adalah 
pembuka jalan bagi pelaksana Supersemar untuk mengamankan yang bisa 
diamankan. Sesudah itu terjadi tragedi mengenaskan.
Di segala pelosok negeri berkubang darah 
jutaan rakyat dengan alasan pembasmian PKI demi keamanan negara. 
Korbannya tidak saja PKI, tapi juga orang-orang yang tiba-tiba 
di-PKI-kan atau dipaksa mengaku PKI. Berjuta rakyat mendadak tak bermasa
 depan dan terampas haknya karena dicap PKI.
Tak kurang Sukarno sendiri turut menjadi korban. Sukarno mengatakan dia mengutuk sekeras-kerasnya Gestok
 (G30S PKI). Pelakunya harus dihukum, kalau perlu ditembak mati. Tapi 
orang yang memperuncing peristiwa G30S PKI, hingga terjadi provokasi 
membenarkan pembunuhan jutaan rakyat juga harus diadili. Apakah Sukarno 
bermaksud menujukan ini pada Suharto?
Yang jelas, sesudah pernyataan Sukarno 
itu, terjadi de-Sukarnoisasi. Kita tahu bagaimana Sukarno diisolasi, 
dituduh terlibat G-30 S PKI tanpa bukti yuridis.
Tentu saja tuduhan itu aneh. Karena 
bagaimana mungkin Sukarno dituduh melakukan kudeta terhadap dirinya 
sendiri? Buntutnya, semua yang berhubungan dengan Sukarno menjadi tabu 
dibicarakan di masa Orba. Bahkan beberapa departemen men-non-aktif-kan 
pegawai yang ketahuan pro-Sukarno.
Suharto dan Amerika
Setelah skenario berjalan seperti 
harapan, “para perancang” Supersemar lalu mabuk kemenangan. PKI yang 
dulu jadi saingan utamanya untuk merebut “kursi Sukarno” sudah 
tersungkur. Dan Sukarno sang pemilik kursi juga sudah dipaksa 
meninggalkan kursinya. Suharto tak menyia-nyiakan kesempatan. Kursi yang
 kosong tanpa pemilik itu harus diapakan lagi kalau bukan diduduki?
Dan ketika kursi Sukarno tadi diduduki 
Suharto, di situlah awal mula kasak kusuk politik tentang “penyelewengan
 Supersemar”. Apakah betul tuduhan bahwa ada permainan sistematis 
Amerika di balik semua ini?
Yang jelas, dengan diselewengkannya 
maksud Supersemar, yang paling berbahagia adalah Amerika. Karena itu 
berarti jatuhnya Sukarno. Akhirnya mimpi Amerika terkabul sudah. 
Terang-terangan Amerika menyatakan jatuhnya Sukarno sebagai kemenangan 
Amerika. Presiden Richard Nixon menggambarkan kemenangan itu sebagai, 
“Hadiah terbesar dari Asia Tenggara”.
Sudah jelas. 
Karena hadiah sesungguhnya terletak pada kekayaan alam Indonesia yang 
menanti untuk dikuras. Dan batu penghalang yang menghalang-halangi 
Amerika menguras alam Indonesia, yaitu Sukarno, sudah dibikin 
terjungkal. Inilah awal kemenangan Amerika yang sejak 10 tahun 
sebelumnya ingin menggulingkan Sukarno.
Bung Karno berhasil mengusir penjajahan 
Belanda. Tapi setelah itu Bung Karno ambruk oleh Amerika. Mungkin karena
 cara Amerika lebih cerdik. Soalnya Amerika tidak memegang gagang keris 
secara langsung untuk menikam Sukarno. Keris itu diserahkannya kepada 
rakyat Sukarno sendiri, yang menghujamkannya langsung ke presidennya 
sendiri, di antaranya melalui provokasi perebutan kekuasaan dan akhirnya
 menunggangi G-30S.
Pasca G30S, rakyat menjadi sangat takut 
dengan yang kekiri-kirian. Ini artinya Indonesia meninggalkan Rusia dan 
berpaling ke Amerika.
Dan setelah Supersemar 
dijadikan surat sakti untuk memberantas sisa-sisa G-30S, lalu pemegang 
Supersemar diangkat menjadi presiden, Indonesia berubah haluan 180 
derajat. Hampir semua jabatan vital dipegang oleh perwira Angkatan 
darat. Sehingga rakyat berbisik takut-takut dan bertanya siapa 
sebetulnya yang meng-kup Sukarno?
Di bawah pemerintahan yang hampir 
semuanya orang militer, rakyat Indonesia jadi takut dan kapok dengan 
yang segala yang berbau kiri. Semua orang tiba-tiba saja beragama. 
Banyak orang tiba-tiba rajin ke mesjid dan ke gereja. Soalnya takut 
dituduh PKI. Sehingga kiblat Indonesia berganti ke Amerika, tidak lagi 
ke Blok Timur.
Rusia yang tadinya sahabat Indonesia 
sekarang menyingkir. Amerika jingkrak-jingkrak! Soalnya mimpi mereka 
untuk menancapkan kuku di Indonesia akhirnya terwujud. Indonesia yang di
 bawah tanahnya banyak emas dan minyak itu akhirnya jatuh ke pelukan 
Amerika. Apa buktinya?
Kepentingan Amerika 
cuma satu. Pokoknya modal Amerika mesti masuk ke Indonesia. Hasilnya? 
Begitu pemegang Supersemar diangkat menjadi Presiden menggantikan 
Sukarno, maka produk undang-undang pertama yang digodok adalah RUU 
Penanaman Modal Asing Tahun 1967.
Setelah lahir UU Penanaman Modal Asing, 
sebut saja sumber daya alam mana di Indonesia yang sampai sekarang tidak
 dikuasai Amerika? Sukarno telah ditumbangkan oleh Amerika. Dan 
bagaimana pemangku Supersemar akhirnya lengser?
Ketika ayam jago yang 
dielus-elus tuannya tidak lagi berguna, maka ayam itu “di-kuali-kan” 
menjadi ayam sayur. Semua itu berawal ketika “kapitalisme Cendana” 
ternyata semakin me-raksasa nyaris mendesak kepentingan kapitalisme 
Amerika. Maka pemangku Supersemar pun akhirnya terdepak pula.
Di mana letak perbedaan kejatuhan Sukarno
 dan Suharto? Sukarno memang dijatuhkan sesudah menandatangani 
Supersemar, tapi tak pernah jatuh ke pelukan Amerika. Sedangkan Suharto 
sudah jatuh sejak awal. Bahkan ketika dia baru saja mengirim utusannya 
untuk memaksa Sukarno menandatangani Supersemar, di saat itu Suharto 
telah jatuh ke pelukan Amerika.
Tidak ada kekuasaan yang abadi. Setiap 
saat kekuasaan bisa saja jatuh. Tapi ada satu hal yang tidak otomatis 
jatuh bersama kekuasaan. Yaitu kehormatan. (Walentina Waluyanti – Nederland, 4 Maret 2010)
Amerika sebut Supersemar Sebagai Kudeta
Tuduhan bahwa Surat Perintah 11 Maret 
1966 (Supersemar) adalah puncak dari kudeta merangkak yang dilakukan 
Soeharto, semakin jelas dengan adanya dokumen Central Intelligence Agency (CIA). Telegram rahasia dari Kedubes AS di Jakarta kepada Departemen Luar Negeri AS, sehari pasca-Supersemar, menyatakan: Indonesia baru saja melancarkan sebuah kudeta militer (military coup).
Dalam “Membongkar Supersemar”, Sejarawan 
Baskara T. Wardaya melampirkan telegram rahasia yang ia dapatkan itu. AS
 tidak hanya menyebut Supersemar sebagai kudeta. Tapi melihat caranya 
yang merangkak, negara adidaya itu menyebut Supersemar sebagai “kudeta militer yang khas negeri tersebut”.
Isi telegraph rahasia itu adalah:
 “Setelah lama ditunggu-tunggu kini Soekarno telah mempertaruhkan 
nasibnya terlalu jauh. Rencana dia untuk menyingkirkan jajaran 
kepemimpinan militer dan memasukkan seseorang yang dikenal sebagai pro-komunis sebagai Menteri Pertahanan telah mendorong militer untuk memotong kekuasaannya.”
Menteri yang dimaksud AS sebagai pro-komunis
 adalah Mayjen Sarbini. Dia ditunjuk oleh Presiden Soekarno menggantikan
 AH Nasution, yang dikenal dekat dengan AS. Saat Supersemar terjadi 
Nasution tidak menjabat apa-apa lagi. Dia lebih banyak menunggu di rumah
 sambil melihat dinamika politik yang terjadi.
Dukungan AS untuk penggulingan Soekarno 
semakin jelas dengan adanya memorandum dari Deputi Asisten Khusus Bidang
 Keamanan Nasional AS, Robert Komer, kepada Presiden Lyndon Jhonson. 
Dalam memo itu, Komer menyebut Supersemar sebagai “kudeta yang sukses”.
Memo yang dikirim sehari setelah Supersemar:
 “Mendukung sukses. Tidak sulit untuk menyadari betapa pentingnya 
kemenangan AD atas Soekarno (meskipun Soekarno tetap dihormati sebagai 
simbol negara). Indonesia memiliki jumlah penduduk – dan jumlah sumber 
alam – melebihi yang ada di seluruh Asia Tenggara. Selama ini 
Indonesia telah siap menjadi negara komunis yang ekspansionis, yang siap
 mengancam bagian belakang posisi Barat di Asia Tenggara.”
Dalam “Peristiwa G 30 S yang Saya Alami”,
 Soebandrio mengatakan, sangat jelas AS takut Indonesia dikuasai 
komunis. Wakil Perdana Menteri I di kabinet Dwi Kora itu mengatakan ada 
dua proyek AS di Indonesia. “Hancurkan PKI dan gulingkan Soekarno,” 
cetusnya.
Soebandrio dan sejumlah menteri yang 
berhaluan kiri memang banyak duduk di kabinet saat itu. Apalagi hubungan
 AS dan Soekarno terus memburuk pasca-pernyataan keras Soekarno tentang 
penghentian batuan negara adidaya ke Indonesia. “to hell with your aid,” cetus Soekarno saat itu.
Setelah Supersemar terbit, PKI mulai 
diberangus, Soebandrio dan 14 menteri kabinet Dwi Kora yang loyal dengan
 Bung Karno dan berhaluan kiri, ditangkap dan ditahan. Soebandrio 
divonis hukuman mati oleh Mahkamah Militer Luar Biasa.
“Dari posisi orang nomor dua di republik 
ini, mendadak diadili sebagai penjahat dan dihukum mati,” ratap 
Soebandrio di penjara Cimahi. Namun, Soebandrio akhirnya lolos dari 
jerat maut berkat surat Presiden AS Lyndon Jhonson dan Ratu Inggris 
Elizabeth kepada Soeharto.
“Soebandrio jangan ditembak, saya tahu 
dia tidak terlibat dalam G 30S”, demikian surat yang akhirnya membuat 
Soebandrio tetap hidup dan menulis kesaksiannya setelah reformasi 
meletus.
Arsip Nasional Terus Mencari Supersemar Asli
Kepala ANRI M Asichin meyakini Supersemar
 asli itu benar-benar ada. Naskah asli Surat Perintah 11 Maret 1966 
(Supersemar) entah di mana kini berada. Arsip Nasional Republik 
Indonesia (ANRI) mengaku hanya menyimpan versi palsu Supersemar.
Mungkinkah naskah asli surat perintah 
dari Presiden Soekarno ke Soeharto itu ditemukan? “Yang jelas kami terus
 berupaya,” kata Kepala ANRI, M Asichin, di Jakarta, Sabtu (10/3/2012).
Asichin menjelaskan 
ANRI telah melakukan pencarian naskah asli Supersemar sejak tahun 2000 
atau sejak reformasi membuka tabir kepalsuan surat, yang menjadi bahan 
ajaran siswa-siswa pada masa Orde Baru.
“Terakhir kami wawancarai Joko Pekik dan 
Rewang pada 2011,” kata Asichin tentang mantan dua anggota Partai 
Komunis Indonesia (PKI), partai yang dibubarkan Soeharto setelah 
menerima Supersemar.
Namun, kata Asichin, pada wawancara Juni 
dan Juli 2011 itu, Joko Pekik dan Rewang juga tidak tahu perihal surat 
tersebut. “Mereka cuma mendengar saat itu soal Supersemar, soal ada 
tidak ada, mereka tidak tahu,” ujar Asichin.
Dalam rangka mencari Supersemar, ANRI 
juga pernah mewawancarai keluarga Jenderal (Purn) M Jusuf, salah satu 
petinggi Angkatan Darat (AD) yang mengantarkan Supersemar dari Soekarno 
kepada Soeharto. Asichin mengatakan, klaim M Jusuf memiliki naskah asli 
Supersemar tidak terbukti.
Kepada ANRI, Andi Heri, keponakan M Jusuf
 yang saat itu menjabat Wakil Wali Kota Makassar mengatakan, “Keluarga 
kami tidak menyimpan.” Wawancara itu dilakukan pada 31 Agustus 2005.
ANRI juga pernah mendatangi anak Jenderal
 (Purn) AH Nasution, namun hasilnya juga sama, nihil. “Dia juga tidak 
tahu,” kata Asichin. Secara pribadi, Asichin meyakini Supersemar asli 
itu benar-benar ada. Soekarno sendiri pernah mengatakannya pada pidato 
di HUT Kemerdekaan 17 Agustus 1966.
“Pak Moerdiono juga pernah mengatakan 
beliau melihat dan beliau yakin ada,” kata Asichin. Mungkinkah naskah 
asli Supersemar ditemukan? Setidaknya keyakinan kepala ANRI bisa jadi 
modal untuk mencari Supersemar yang asli, yang telah memberi dampak bagi
 kehidupan bangsa Indonesia sampai saat ini.
Penemu Supersemar Akan Diberi Penghargaan
Meski UU Kearsipan mengatur ancaman 
pidana bagi penyembunyi arsip negara, hukuman untuk pemegang Surat 
Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) nampaknya tidak terlalu ketat. 
Bahkan, Arsip Negara Republik Indonesia (ANRI) menjanjikan penghargaan 
bagi mereka yang mengembalikan surat sakti dari Soekarno ke Soeharto 
itu.
“Ya peraturan kan bukan untuk dilanggar,”
 ujar Kepala ANRI, M Asichin, di Jakarta, Sabtu (10/3). Aschin 
menjelaskan di UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan juga mengatur 
soal penghargaan bagi mereka yang memberikan arsip negara yang bernilai 
sejarah tinggi, seperti Supersemar. “Kita akan gunakan cara-cara 
persuasif,” ujarnya.
Seperti diketahui, ancaman pidana soal 
kearsipan di era Soeharto sangat besar. Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 
Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan menyatakan 
barangsiapa dengan sengaja memiliki arsip negara dengan melawan hukum, 
maka akan dipenjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun.
Namun, pada revisi terakhir UU itu, yakni
 UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, aturan pidana soal 
penyimpanan arsip negara sedikit berubah. Bagi yang memiliki arsip 
negara secara melanggar hukum ia akan dibui maksimal lima tahun. Dan 
bagi yang memusnahkan arsip tidak sesuai prosedur yang diatur akan 
mendapat hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Cari Supersemar, ANRI pernah temui Tutut dan Megawati
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) 
terus berupaya mencari keberadaan naskah asli Surat Perintah 11 Maret 
1966 (Supersemar). Dalam waktu dekat, lembaga itu akan mewawancari Siti 
Hardiyanti (Tutut) Rukmana dan Megawati Soekarnoputri.
“Kita akan memasukan permohonan 
wawancara,” kata Kepala ANRI, Asichin, di Jakarta, Sabtu (10/3/2012). 
Asichin menjelaskan, adalah penting untuk mencari informasi seputar 
Supersemar kepada keluarga Soekarno dan Soeharto, sebagai pemberi dan 
penerima surat.
“Kita akan tanya pernah lihat tidak (naskah asli Supersemar-red), apapun jawaban beliau akan kita arsipkan,” kata Asichin.
Tidak hanya kepada keluarga pemberi dan 
penerima surat, ANRI juga akan mewawancarai tokoh-tokoh yang dekat 
dengan konteks peristiwa 1966 itu. Dia menyebut nama Akbar Tandjung dan 
Cosmas Batubara, pentolan gerakan mahasiswa tahun 1966. “Siapa tahu 
mereka tahu,” ujarnya.
Dalam rangka mencari Supersemar, ANRI 
juga pernah mewawancarai keluarga Jenderal (Purn) M Jusuf, salah satu 
petinggi Angkatan Darat (AD) yang mengantarkan Supersemar dari Soekarno 
kepada Soeharto. Asichin mengatakan, klaim M Jusuf memiliki naskah asli 
Supersemar tidak terbukti.  (Reporter : Laurencius Simanjuntak/merdeka.com)






KABAR BAIK!
BalasHapusUntuk mengenalkan diri dengan benar,
Ibuku SUSAN dari [SUSAN BOWMAN LOAN COMPANY]
Saya adalah pemberi pinjaman pribadi, perusahaan saya memberikan pinjaman segala jenis dengan suku bunga 2% saja. Ini adalah kesempatan finansial di depan pintu Anda, terapkan hari ini dan dapatkan pinjaman cepat Anda.
Ini adalah formulir permohonan pinjaman Anda bisa mengisinya dan kembali kepada kami dengan rincian yang kami butuhkan
1) Nama Lengkap: ............................................. ..........
2) Negara: .............................................. ........... ..
3) Alamat: .............................................. ............
4) Negara: .............................................. .............. ..
5) Jenis Kelamin: ......................................... ..... .... .....
6) Status Perkawinan: ............................................. ....
7) Pekerjaan: .............................................. ..... ..
8) Nomor Telepon: ............................................. ...
9) Posisi saat ini di tempat kerja: .....................
10) Penghasilan Bulanan: .............................................
11) Jumlah Pinjaman yang Dibutuhkan: .....................................
12) Durasi Pinjaman: ............................................. ...
13) Tujuan Pinjaman: .......................................... ..
14) Agama: .............................................. ..........
15) Tanggal lahir: ............................................ .
Ada banyak di luar sana yang mencari peluang atau bantuan keuangan di seluruh tempat dan tetap saja, tapi mereka tidak dapat mendapatkannya. Tapi ini adalah kesempatan finansial di depan pintu Anda dan dengan demikian Anda tidak bisa melewatkan kesempatan ini.
Layanan ini membuat individu, perusahaan, pelaku bisnis dan wanita.
Jumlah pinjaman yang tersedia berkisar dari jumlah pilihan Anda untuk informasi lebih lanjut hubungi kami melalui email:
Susanbowmanloancompany@gmail.com