Tahun 1586, 1901, 1919, 1951, 1966, 1990, 2007 dan 2014
Teks Sanskerta, berjudul “Goentoer
Pabanjoepinda” yang ditulis pada tahun 1334 dan dikutip oleh geolog dari
Museum Geologi Bandung, Indyo Pratomo dalam disertasinya, Etude de l’éruption de 1990 du volcan Kelud (1992), menggambarkan karakter letusan Kelud di masa lalu itu,
“…. Bumi mengguncang,
uap panas dimuntahkan dari gunung api dan banyak abu jatuh, gemuruh
guntur, petir besar-besar…, muntahan lahar segera tiba kemudian….”
Selama lebih dari 1.000 tahun, upaya
mengatasi letusan Kelud lebih terfokus pada muntahan lahar ini. Bahkan,
istilah lahar, yang kemudian dipakai dalam term vulkanologi secara
global, berasal dari fenomena Kelud ini.
“Kalau Kelud meletus lagi, semoga saat itu saya tidak lagi menjadi Kepala PVMBG,” kata Surono seorang pakar volcanologist Indonesia saat di kawah Kelud, Jawa Timur, 4 November 2011 lalu.
Dr. Surono adalah seorang ahli geofisika
Indonesia yang menjabat sebagai Kepala Pusat Vulkonologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM. Saat ini
menduduki posisi staf ahli Menteri ESDM Bidang Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup.
Surono yang lahir di Jakarta, 8 Juli 1955
melanjutkan ucapannya, “Saya tidak bisa membayangkan bagaimana letusan
Kelud ke depan,” ujar Surono seperti yang dikisahkan oleh seorang
wartawan pada beberapa waktu lalu saat ke pucak Kelud sebelum “meledak”
pada 13-14 Februari 2014 lalu.
Pagi itu gerimis, kami menuruni tangga
menuju bekas danau kawah Kelud yang telah menghilang. Surono lalu
berdiri di kaki kubah lava yang masih menguarkan bau belerang. Saya
melihat rautnya gelisah. “Peta KRB (Kawasan Rawan Bencana) Kelud harus
sudah diubah,” katanya.
Saat itulah dia kemudian menyampaikan
rasa ngeri pada letusan Kelud di masa mendatang. Ketika Kelud akhirnya
meletus, pada Kamis (13/2/2014) malam lalu. Surono memang telah berhenti
sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Namun, dia ternyata tidak bisa lepas dari
Kelud karena pada Jumat (14/2/2014) pagi, Surono justru dilantik
menjadi Kepala Badan Geologi Kementerian yang membawahi PVMBG.
Kelud memang spesial bagi Surono. Gunung ini ibarat Kawah Candradimuka, yang menggodok kepakarannya soal gunung api.
Kelud mengantarkan Surono meraih gelar master dan doktor dari Université Joseph Fourier,
Grenoble, Perancis, karena penelitiannya tentang instrumen akustik
untuk memantau kondisi Kelud saat gunung itu meletus pada tahun 1990
lalu.
Gunung Kelud / Kloot Volcano atau sering
juga dituliskan menjadi Kelut yang dalam bahasa Jawa berarti “sapu”.
dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete, adalah
sebuah gunung berapi di Jawa Timur, yang masih aktif.
Gunung ini berada di perbatasan antara
Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang , kira-kira 27
km sebelah timur pusat Kota Kediri. Bersama dengan Gunung Merapi, Gunung
Kelud merupakan gunung berapi paling aktif di Indonesia.
Sejak tahun 1000 Masehi, Kelud telah meletus lebih dari 30 kali, dengan letusan terbesar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index (VEI).
Namun diantara semua letusannya, hanya akan dirangkai beberapa saja di dalam artikel ini.
A. Letusan Pra Abad 20
Upaya pertama dan tertua yang tercatat dalam sejarah untuk mengatasi lahar Kelud adalah pembangunan sodetan.
Pembangunan sodetan (atau
terusan kali) ini adalah dari Sungai Konto ke Sungai Harinjing atau
sekarang dikenal sebagai Sungai Serinjing di Desa Siman, Kecamatan
Kepung, Kediri. (Kelud Revolusi Gunung Api, laporan khusus Ekspedisi Cincin Api Kompas, 21 Januari 2012) .
Prasasti Harinjing atau juga disebut
‘Sukabumi’ yang ditemukan di sekitar Desa Siman mencatat upaya itu.
Prasasti dengan angka tahun 921 Masehi ini diperkirakan dibuat pada era
pemerintahan Tulodong
Prasasti tersebut memuat informasi tentang pembangunan bendungan (mula dawuhan) dan saluran sungai (dharmma kali) yang keduanya dibangun pada tahun 804 Masehi.
Kanal buatan ini saat ini dikenal sebagai Sungai Harinjing, sekarang bernama Sungai Serinjing.
Sedangkan sejak tahun 1300 Masehi, baru
tercatat bahwa gunung Kelud ini aktif meletus dengan rentang jarak waktu
yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang
berbahaya bagi manusia.
Sedangkan sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa.
Kemudian pada letusan gunung Kelud berikutnya di tahun 1586 masehi, tercatat telah merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa!
B. Letusan Abad ke-20
Pada abad ke-20, letusan Gunung Kelud tercatat pernah meletus sebanyak lima kali, yaitu pada tahun :
- Tahun 1901
(selang 18 tahun)
- Tahun 1919 (1 Mei)
(selang 32 tahun)
- Tahun 1951
(selang 15 tahun)
- Tahun 1966
(selang 24 tahun)
- Tahun 1990.
(selang 17 tahun ke letusan berikutnya, 2007)
Pola ini membawa para ahli gunung api
kepada ‘siklus 15 tahunan’ bagi letusan gunung ini. Selain itu Hugo Cool
pada tahun 1907 ditugaskan melakukan penggalian saluran melalui
pematang atau dinding kawah bagian barat. Usaha itu berhasil
mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik.
1. Letusan tahun 1919
Pada era Belanda, saat Kelud meletus pada
1919, volume air danau kawah saat itu mencapai 40 juta meter kubik.
Letusan di tahun 1919 ini termasuk yang paling mematikan karena menelan
korban hingga 5.160 jiwa. Letusan dahsyat yang mematikan pada tahun 1919
ini juga merusak sampai 15.000 hektar lahan produktif.
Hal itu terjadi akibat aliran lahar Kelud
yang turun dengan deras hingga mencapai jarak 38 km dibawahnya,
meskipun di Kali Badak telah dibangun bendung penahan lahar sejak tahun
1905 namun tak dapat menampung.
Karena letusan inilah kemudian dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air Danau Kawah.
Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan selesai pada tahun 1926.
Secara keseluruhan dibangun tujuh terowongan dan masih berfungsi hingga beberapa tahun kedepannya.
2. Letusan tahun 1966
Pada
masa setelah kemerdekaan, dibangun lagi terowongan baru sebagai
tambahan dari terowongan yang lama, setelah letusan tahun 1966.
Terowongan atau tunnel yang baru itu berada 45 meter di bawah terowongan lama.
Terowongan yang selesai tahun 1967 itu diberi nama Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume danau kawah agar tetap 2,5 juta meter kubik.
3. Letusan tahun 1990
Letusan 1990 berlangsung selama 45 hari,
yaitu dari tanggal 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990. Pada letusan
ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik.
Lahar dingin menjalar hingga 24 kilometer dari danau kawah dan melalui 11 sungai yang berhulu dari gunung itu.
Letusan ini sempat menutup Terowongan Ampera akibat banyaknya volume material vulkanik yang dikeluarkan oleh gunung ini.
Sehingga hal itu menyebabkan Terowongan Ampera tersebut tak dapat menampung lagi jumlah material yang ada, lalu buntu atau tersumbat. Proses normalisasi Terowongan Ampera baru selesai pada tahun 1994.
C. Letusan Abad ke-21
Memasuki abad ke-21, gunung Kelud telah tiga kali mengalami erupsi, yaitu pada tahun:
- Tahun 2007
(selang 3 tahun)
- Tahun 2010
(selang 4 tahun)
- Tahun 2014 (13-14/2/14)
Terlihat pada letusan ini dibanding
letusan-letusan sebelumnya, telah terjadi perubahan frekuensi pada
letusan gunung Kelud pada abad 21 ini.
Perubahan frekuensi letusan ini terjadi
akibat terbentuknya sumbat lava yang terdapat di mulut kawah gunung
Kelud. Akibat adanya penyumbatan oleh lava itu, maka tekanan dari dalam
magma yang mendesak keluar, menjadi tersumbat.
Hal ini membuat tekanan yang seharusnya
sudah keluar, menjadi mengumpul dan mengumpul. Jika tak tersumbat maka
tekanan energi dari magma gunung Kelud akan terus-menerus keluar dengan
lancar, maka periode letusan akan lebih jarang seperti periode-periode
sebelumnya.
Tapi sejak kini hal itu tak berlaku lagi
karena mulut kawah tertutup. Maka itu, energi magma yang terkumpul
menjadi begitu besarnya, sehingga terjadi letusan yang lebih sering
dibanding periode sebelumnya.
Jadi jika gunung Kelud meletus maka akan
mengakibatkan ledakan yang memiliki kekuatan energi yang jauh lebih
besar dari biasanya hingga dapat menyebabkan badai petir dan gumpalan
material vulkanik yang dilontarkan dapat membumbung tinggi di atmosfir
hingga mencapai puluhan kilometer diatasnya.
Hal ini dapat diibaratkan bagai sebotol
minuman soda, yang dapat menyembur setelah botol dikocok namun tutup
botol masih menyumbat. Saat tutup botol dilepas, maka tekanan yang lebih
kuat dari biasanya akan mendorong air soda lebih besar dibanding pada
botol soda yang dikocok namun kepala botolnya tak tertutup.
1. Dijadikan Daya Tarik Objek Wisata
Sejak tahun 2004, hubungan jalan darat
menuju kawasan puncak Gunung Kelud telah diperbaiki untuk mempermudah
para wisatawan serta penduduk.
Gunung Kelud telah menjadi obyek wisata Kabupaten Kediri dengan atraksi utama adalah kubah lava. Di puncak Gajahmungkur dibangun gardu pandang dengan tangga terbuat dari semen.
Pada malam akhir pekan, kubah lava diberi penerangan lampu berwarna-warni.
Selain itu, telah disediakan pula jalur panjat tebing di puncak Sumbing, pemandian air panas, serta flying fox.
Tindakan Kabupaten Kediri membangun
kawasan wisata ini mendapat protes dari Kabupaten Blitar, yang
menganggap wilayah puncak Kelud merupakan wilayahnya.
Sengketa wilayah ini terutama meruncing
setelah turunnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor
188/113/KPTS/013/2012 yang menyatakan bahwa kawasan puncak Kelud
merupakan wilayah Kabupaten Kediri.
2. Letusan tahun 2007
Aktivitas gunung ini meningkat pada akhir
September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November di tahun yang
sama. Gejala ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah,
peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah dari
kehijauan menjadi putih keruh.
Kekhasan gunung api ini adalah adanya
danau kawah (hingga akhir tahun 2007) yang membuat lahar letusan sangat
cair dan membahayakan penduduk sekitarnya.
Status “awas” (tertinggi) dikeluarkan
oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober
2007 yang berimplikasi penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih
kurang 135.000 jiwa) yang tinggal di lereng gunung tersebut harus
mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Di
tahun 2007 ini, PVMBG yang telah mengevakuasi warga di sekitar Kelud
hingga berbulan-bulan, namun gunung ini tak juga meletus eksplosif,
sehingga banyak pihak yang mencibir keputusan itu.
Surono pernah merasakan pahitnya cibiran
saat dia mengevakuasi warga, termasuk seluruh stafnya dari Pos
Pemantauan Kelud pada tahun 2007.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas
Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan
pesat suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal.
Pada tanggal 3 November 2007 sekitar
pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas
normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan
alat pengukur suhu rusak.
Getaran gempa tremor dengan amplitudo
besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi,
namun kembali tidak terjadi letusan.
Keterangan foto-foto diatas: Foto
kubah lava Gunung Kelud pada November 2007 saat munculnya sumbatan “anak
gunung baru” dikawah lavanya membuat danau menguap dan lama-kelaman
menghilang.
Pada tanggal 3 November 2007 sekitar
pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di atas
normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan
alat pengukur suhu rusak.
Getaran gempa tremor dengan amplitudo
besar (lebih dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi,
namun kembali tidak terjadi letusan.
Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi
gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal putih yang
mengepul dari tengah danau kawah.
Lalu diikuti dengan munculnya kubah lava
dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007, dan kubah
itu terus “tumbuh” hingga berukuran selebar 100 m (lihat foto dibawah).
Akibatnya air di danau kawah gunung Kelud
terus menguap karena panas yang berasal dari bawahnya, akhirnya danau
mengecil dan hanya berupa kubangan.
Para ahli menganggap bahwa kubah lava
itulah yang selama ini menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak
segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava
sisa pada letusan sebelumnya ditahun 1990.
Sejak peristiwa tersebut aktivitas
pelepasan energi semakin berkurang dan pada tanggal 8 November 2007
status Gunung Kelud diturunkan menjadi “siaga” (tingkat 3).
Akibatnya, danau kawah Gunung Kelud
praktis “hilang” karena kemunculan kubah lava yang besar. Yang tersisa
hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi
selatan kubah lava.
Keterangan foto: Kawah Gunung Kelud
selain menjadi tujuan wisata bagi turis asing dan domestik (kiri), juga
sebagai tempat upacara spiritual (kanan) (video).
3. Letusan tahun 2014
Peningkatan aktivitas Gunung Kelud mulai
kembali terjadi di akhir tahun 2013. Pada 10 Februari 2014, status
meningkat menjadi Siaga (Level III)
Pada 13 Februari 2014, sebelum
meletus, tercatat gunung Kelud telah mengalami gempa vulkanik dangkal
sebanyak 190 kali, dan gempa vulkanik dalam sebanyak 442 kali pada pukul
12:00-18:00 WIB
Pada pukul 21.15 WIB, status menjadi
Awas. Persiapan-persiapan mengenai kebencanaan telah mulai dilakukan.
Kawasan seputar 5 km dari titik puncak kawah telah disterilkan dari
kegiatan manusia. Lalu, radius pengosongan aktifitas manusia diperlebar
menjadi 10 km dari puncak.
Erupsi tipe eksplosif diprediksikan akan
kembali terjadi setelah hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga
dilokasi tempat gunung berapi yang terkenal aktif ini berada, yaitu
wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, bahkan hingga kota Pare, Kediri.
Menurut rekomendasi dari Pusat
Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG), wilayah Wates
dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam radius
sampai 10 kilometer dari kubah lava. Karena erupsi tipe eksplosif
seperti pada tahun 1990 (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu berupa
aliran magma) bisa saja terjadi.
Benar saja, belum sempat pengungsian dilakukan, pada 13 Februari 2014 pukul 22.50 terjadi letusan tipe ledakan (eksplosif).
Abu vulkanik Kelud yang terlontar pada
letusan terdahsyatnya, setinggi 17 kilometer! Dan melontarkan kerikil
sejauh 25 kilometer!
Suara ledakan dilaporkan terdengar hingga
kota Solo dan Yogyakarta (200 km), bahkan Purbalingga (lebih kurang 300
km), Jawa Tengah.
Pada tanggal 14 Februari 2014, saat dini hari, gemuruh aktivitas gunung juga sesekali terdengar hingga wilayah Kabupaten Jombang.
Pada pukul 02:00 AM, letusan Gunung Kelud
mulai mereda. Namun untuk mencegah hal yang tak diinginkan, BMKG tetap
menyatakan area steril dengan radius sejauh 10 kilometer dari puncak
Kelud tetap berlaku.
Di daerah Madiun dan Magetan jarak
pandang untuk pengendara kendaraan bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5
meter karena turunnya abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut
sehingga banyak kendaraan bermotor yang berjalan sangat pelan-pelan.
Di sisi lain banyak pengguna kendaraan atau warga di sekitar Kota Madiun yang terganggu akibat erupsi tersebut.
Pada letusan gunung Kelud sejak Kamis
malam hingga Jum’at dini hari, (13-14 Februari 2014), telah menyebabkan 2
orang tewas akibat kecelakaan saat mengungsi dan membuat 100.248 orang
harus menjauh dan diungsikan dengan jarak minimal 10 kilometer.
Sementara itu beberapa bandara di pulau
Jawa ditutup akibat tebalnya abu vulkanik. Bandara yang ditutup
diantaranya adalah bandara di Surabaya, Malang, Jogjakarta, Semarang,
Solo bahkan Bandung.
Akibatnya ratusan penerbangan dibatalkan. Pihak angkasa pura dan maskapai penerbangan mengaku merugi hingga milyaran rupiah.
Empat hingga lima buah alat pencatatan
aktivitas di Pos Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG)
sekitar Gunung Kelud, Kediri Jawa Timur juga mengalami kerusakan.
Alat berupa seismograf itu rusak akibat tertimbun oleh material batu dan debu yang berjarak hanya lima kilometer dari gunung.
Rusaknya alat tersebut mengganggu PVMBG
untuk memantau aktivitas gunung Kelud dari kantor PVMBG yang ditampilkan
melalui layar, menjadi tidak berfungsi sama sekali. Maka pertugas
melakukan pemantauan selanjutnya dengan peralatan manual.
C. Hubungan Letusan Gunung Kelud 2014 dan Fenomena Alam
Pada letusan tahun 2014 ini pula, banyak
kejadian yang berhasil direkam oleh media ataupun oleh warga. Jadi, ini
adalah kali pertamanya gunung Kelud banyak didokumentasikan oleh media
dan individu, dibanding dengan letusan-letusan sebelumnya yang mungkin
jauh lebih mematikan dan tak sebanding dengan kedahsyatan letusannya di
tahun 2014 ini.
1. Sebaran abu dan material vulkanik
Pada pagi hari tanggal 14 Februari 2014,
awan debu vulkanik gunung Kelud terbawa angin hingga ratusan kilometer
ke arah barat dan timur pulau Jawa. Material vulkanik yang dilontarkan
gunung Kelud saat meletus adalah setinggi 17 kilometer, dan jatuhan
material kerikil kurang lebih sejauh 20 kilometer.
Lontaran material vulkanik dengan energi
kuat inilah yang menyebabkan tersebarnya abu gunung Kelud dapat menyebar
dengan jarak yang jauh, hingga ratusan kilometer dari kepundannya.
Pada ketinggian 1-5 kilometer, hembusan
angin ke arah timur dan membawa debu vulkanik hingga ke kota Ampenan di
pulau Lombok. Sedangkan pada ketinggian 5-17 kilometer, hembusan angin
ke arah barat dan membuat kota diwilayah Jawa Tengah dan Jogjakarta
sempat gelap.
Bahkan pada siang dan sore hari pada
tanggal yang sama, 14 Februari 2014, debu dapat mencapai hingga Ciamis,
Garut, Tasikmalaya dan Bandung bahklan Bogor di Jawa Barat.
Pada tanggal 15 Februari 2014, hembusan angin cenderung berubah arah yaitu kearah selatan dan tenggara.
Hal ini membuat sisa-sisa material abu
vulkanik gunung Kelud yang masih melayang di angkasa merubah arahnya ke
Samudera Hindia. Akibatnya hujan abu vulkanik dibeberapa wilayah dan
kota sudah mulai berkurang.
2. Petir dan Guntur diatas Gunung Kelud
Rekaman berupa foto dan video (lihat pada
bawah halaman) saat Kelud menggelegar banyak yang beredar. Bahkan
terlihat hingga banyak sekali petir menyambar dengan suara guntur.
Secara ilmiah, petir tersebut dalam bahasa Inggris dinamakan dirty thunderstorm atau juga volcanic lightning.
Dirty thunderstorm atau juga volcanic lightning ini merupakan fenomena cuaca yang terjadi ketika aktivitas gunung mulai meningkat dan akhirnya memunculkan petir.
Keterangan foto atas: Gunung Kelud saat meletus pada Kamis malam Jum’at 13 Februari 2014 (pict. by: Andhika Yuswantara)
Dalam sebuah penelitian ilmiah, fenomena
ini terjadi karena muatan listrik yang dihasilkan itu terjadi ketika
fragmen batuan, abu vulkanik dan partikel es bertabrakan dan
menghasilkan listrik statis.
Pada umumnya, terdapat sekitar 300 kali
petir yang muncul ketika gunung berapi mulai menunjukkan aktivitasnya.
Erupsi gunung berapi juga melepaskan sejumlah air yang berfungsi sebagai
‘bahan bakar’ badai petir tersebut.
“Selama erupsi terjadi, akan ada banyak
petir besar dan kecil serta bunga api yang muncul dan terlihat seperti
membelah kawah gunung berapi,” jelas Ronald J Thomas, seorang fisikawan
atmosfer dari New Mexico Tech.
Keterangan foto atas: Gunung Kelud saat meletus pada Kamis malam Jum’at 13 Februari 2014 (pict. by: Asthadi Setyawan)
3. Hubungan Konjungsi Bulan dan Letusan Kelud
Perlu diketahui bahwa aktifitas gempa
tektonik maupun gempa vulkanik biasanya beriringan dengan saat konjungsi
maupun purnama Bulan.
Adapun
purnama Bulan pada bulan Robi’ul Akhir itu bertepatan dengan tanggal 15
Februari 2014 pukul 05:55:46 , yang berarti gunung Kelud meletus 32 jam
5 menit 46 detik sebelum saat purnama.
Gunung Kelud meletus beberapa saat (9 menit) setelah Bulan transit di atas langit.
Saat transit bulan, adalah saat dimana posisi Bulan, Bumi dan matahari berada hampir atau paling sejajar pada garis lurus.
Artinya, Bulan berada pada posisi paling
vertikal diatas kepala kita pada hari itu, atau yang terjadi pada saat
jarak sudut (elongasi) suatu benda dengan benda lainnya, walau tak
terjadio gerhana Bulan namun nyaris nol derajat.
Pada
hari itu, Kamis, 13 Februari 2014 Bulan transit di atas langit Malang
dan sekitarnya pada pukul 22:41 WIB, sembilan menit kemudian yakni pukul
22:50 WIB gunung Kelud meletus.
Posisi Bulan saat transit pukul 22:41 WIB
berada di azimut 00° 11’ Altitude 68° 50’ dihitung dari lokasi Gunung
Kelud yang mana koordinatnya 112° 18’ 28” bujur timur, 7° 55’ 48”
lintang selatan.
Adakah korelasinya antara aktivitas
gunung meletus dengan fase-fase Bulan maupun transit Bulan? Secara
ilmiah saat ini belum ditemukan korelasinya, akan tetapi sudah pasti
terjadi peningkatan gaya gravitasi.
Jadi,
bisa saja aktivitas vulkanik yang meningkat pada level tertentu sebelum
gunung Kelud meletus, adalah akibat adanya pengaruh gaya gravitasi
Bulan yang lebih dominan pada saat Bulan transit diatas kota Malang.
Hal tersebut tentunya sedikit banyak akan
menarik magma gunung berapi ke arah atas, sehingga memicu gunung berapi
yang kondisinya sudah di ujung tanduk untuk meletus.
4. Material Abu Vulkanik Gunung Kelud Berbeda
Saat letusan di tahun 2014 ini, gunung
Kelud telah memuntahkan material vulkanik sebanyak 100 juta meter kubik.
Material sebanyak itu hanya dimuntahkan Kelud dalam waktu singkat.
Jika dibandingkan dengan gunung Merapi
yang meletus sebelumnya, maka material vulkanik yang dikeluarkan gunung
Merapi untuk mencapai 100 juta meter kubik harus dibutuhkan dalam waktu
sebulan lamanya.
Jika dibandingkan dengan gunung Sinabung
di Sumatera Utara yang meletus sejak September 2013 hingga Februari
2014, dan hingga kini masih terus berlangsung, atau telah 5 bulan
lamanya, material vulkanik yang dikeluarkan selama 5 bulan itu belum
mencapai 100 juta meter kubik.
Sedangkan menurut penelitian dari
Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta, ukuran material vulkanik yang
dikeluarkan dari Gunung Kelud memiliki ukuran yang berbeda-beda.
Untuk ukuran material vulkanik berupa
pasir ditemukan pada jarak yang jauh hingga Solo dan Jogjakarta,
sedangkan material berupa abu yang sangat halus dapat terbang sejauh
ribaun kilometer mengikuti arah angin.
Sejauh ini abu vulkanik gunung Kelud ke arah timur mencapai pulau Lombok di Nusa Tenggara Timur.
Dan abu vulkanik yang ke arah barat lebih
jauh lagi karena diakibatkan angin berhembus ke arah barat. Sejauh ini
abu vulkanik telah ditemukan hingga Garut, Tasikmalaya, Bandung, hingga
Ciamis di Jawa Barat.
Sedangkan material vulkanik berupa kerikil dan kerakal ditemukan di daerah Kediri, Blitar dan sekitarnya.
Pecahan bebatuan tersebut memang cukup
besar, bukan hanya sekadar kerikil kecil. Menurut warga Blitar dan
Kediri, volumenya pun cukup banyak.
Menurut penduduk setempat, kalau material
kerikil dan kerakal itu dikumpulkan maka bebatuan yang menghujani atap
tiap rumah, bisa mencapai satu truk!
Bentuknya putih seperti batu kapur tetapi
ada bintik-bintik hitam. Bentuknya macam-macam, kebanyakan berupa
serpihan atau pecahan.
Selain itu, material sebesar kepalan
tangan juga jatuh dan tersebar pada radius hingga 10 kilometer dari
kubah Kelud. Meski demikian kerikil, kerakal apalagi batuan kecil dari
gunung Kelud itu cukup sakit kalau mengenai kepala jika tanpa penutup
topi atau helm.
Tak bisa dibayangkan, bagaimana paniknya
warga dikala itu, pada saat malam gelap, tiada lampu lagi yang menyala,
dihujani kerikil dan kerakal yang “masih hangat” dari lontaran gunung
Kelud.
Sedangkan tekstur abu vulkanik gunung
Kelud yang diteliti pun, ternyata lebih lembut jika dibandingkan dengan
abu vulkanik yang dimuntahkan Gunung Merapi. Warna abu juga berbeda. Abu
dari Kelud berwarna kecokelatan, sedangkan abu Merapi cenderung
abu-abu.
Kandungan kimia abu dari Kelud masih
diteliti. Karena teksturnya sangat lembut, abu itu sangat mudah terserap
ke dalam paru-paru jika terhirup. Karena itu, masyarakat diwajibkan
menggunakan masker.
Walaupun bertekstur lembut, abu vulkanik dari Kelud juga sangat licin. Abu vulkanik ini akan memadat dan mengeras jika tersiram air.
Ini membahayakan warga yang mengendarai mobil atau sepeda motor karena jalanan yang tertutup abu menjadi licin. Warga diminta berhati-hati.
Abu vulkanik mengandung beberapa unsur kimia. Yang paling dominan adalah silika, aluminium, kalsium, dan kadar besi.
Pihak pelayanan masyarakat atau pemerintah telah mengimbau kepada masyarakat agar mengenakan masker. Sebab, abu vulkanik bisa mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Walaupun bertekstur lembut, abu vulkanik dari Kelud juga sangat licin. Abu vulkanik ini akan memadat dan mengeras jika tersiram air.
Ini membahayakan warga yang mengendarai mobil atau sepeda motor karena jalanan yang tertutup abu menjadi licin. Warga diminta berhati-hati.
Abu vulkanik mengandung beberapa unsur kimia. Yang paling dominan adalah silika, aluminium, kalsium, dan kadar besi.
Pihak pelayanan masyarakat atau pemerintah telah mengimbau kepada masyarakat agar mengenakan masker. Sebab, abu vulkanik bisa mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
E. Morfologi Gunung Kelud
Gunung api ini termasuk dalam tipe stratovulkan (strato-volcano)
dengan karakteristik letusan yang eksplosif. Seperti banyak gunung api
lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi
lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia.
Gunung Kelud adalah salah satu gunung
yang istimewa di Jawa Timur karena letusannya bersifat mendadak, sangat
eksplosif dan merusak.
Itu sebabnya terbukti dalam catatan
sejarah, bahwa gunung Kelud termasuk gunung di Indonesia yang pernah
memakan banyak korban jiwa hingga ribuan, namun tipe letusan seperti
gunung Kelud ini cepat mereda.
Setelah letusannya, Gunung Kelud biasanya membentuk kawah lebar yang kemudian terisi air hujan sehingga membentuk danau kawah.
Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan
sisa dari letusan besar pada masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak
purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah
membuka ke arah itu.
Puncak Kelud adalah yang tertinggi,
berposisi agak di timur laut kawah. Puncak-puncak lainnya adalah ‘Puncak
Gajahmungkur’ di sisi barat dan ‘Puncak Sumbing’ di sisi selatan.
Itu baru satu gunung api, bernama Kelud.
Indonesia memang kaya akan gunung api, bahkan menjadi negara yang paling
banyak terdapat gunung api aktif sejagat.
Dari 127 gunung api, baru separuhnya yang dipantau intensif. DR. Surono seorang pakar volcanologist
Indonesia, mengibaratkan proses pemantauan gunung api di Indonesia
seperti menaruh anak kecil di pinggir kolam. “Kalau kita lengah, pasti
masuk kolam. Kalau selamat, bisa dibilang karena kebetulan,” kata
Surono.
Letusan Kelud kali ini sekali lagi
mengajarkan pentingnya menyadari posisi Nusantara yang dilingkari Cincin
Api, yang menuntut kita untuk terus bersiaga. Apalagi, karakter dan
sifat gunung juga bisa berubah. Gunung api adalah organisme Bumi yang
hidup. Mereka lahir, tumbuh, tertidur, mati, lalu terbangun, dan
meletus.
Gunung api terus berevolusi. Begitu pula seharusnya kita yang hidup di sekelilingnya…. (wikipedia, nationalgeographic dan berbagai sumber).
*
GALLERY FOTO LETUSAN KELUD TAHUN 2014 :
Danau Kawah Gn. Kelud November 2007
Danau Kawah Gn. Kelud 2010
Letusan Gunung Kelud 14 February 2014, pukul 22.50
0 komentar:
Posting Komentar