Presiden Rusia Vladimir Putin menuntut
dan memenangkan persetujuan parlemen negaranya pada hari Sabtu
(1/3/2014) untuk menginvasi Ukraina. Sementara itu, pemerintahan baru
Ukraina memperingatkan kemungkinan perang dan menempatkan pasukannya
dalam siaga tinggi serta meminta bantuan NATO.
Pernyataan terbuka Putin tentang hak
untuk mengirim pasukan ke negara berpenduduk 46 juta di Eropa Tengah itu
menciptakan konfrontasi terbesar antara Rusia dan Barat sejak Perang
Dingin.
Perdana Menteri Ukraina, Arseny
Yatseniuk, yang memimpin pemerintahan setelah mengambil alih kekuasaan
dari sekutu Moskwa, Viktor Yanukovich, yang melarikan diri minggu lalu,
mengatakan, tindakan militer Rusia itu “akan menjadi awal perang dan
akhir dari setiap hubungan Ukraina dan Rusia”.
Penjabat Presiden Ukraina, Oleksander Turchinov, memerintahkan pasukan untuk ditempatkan pada siaga tempur tinggi.
Menteri Luar Negeri Andriy Deshchytsya
mengatakan, ia telah bertemu dengan para pejabat Eropa dan AS, serta
mengirim permintaan kepada NATO untuk “mengkaji segala kemungkinan untuk
melindungi integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina”.
Langkah Putin itu merupakan penolakan
langsung terhadap para pemimpin Barat yang berulang kali mendesak Rusia
untuk tidak melakukan intervensi.
Termasuk Presiden AS Barack Obama, yang
sehari sebelumnya menyampaikan pidato di televisi guna memperingatkan
Moskwa soal “ongkos” jika Rusia beraksi.
Pasukan tanpa lencana di seragam mereka,
tetapi diyakini tentara Rusia, beberapa menggunakan kendaraan dengan
nomor pelat Rusia, telah menyerbu Crimea, sebuah semenanjung terpencil
di Laut Hitam di Armada Laut Hitam Rusia bermarkas. Pihak berwenang baru
di Kiev tidak berdaya untuk menghentikan mereka.
Crimea atau Krimea (/kraɪˈmiːə/), atau Republik Otonom Krimea (Автономная Республика Крым, Avtonomnaya Respublika Krym),
merupakan sebuah republik di Ukraina yang memiliki luas wilayah 26.200
km² dan populasi 1.994.300 jiwa (2005). Ibu kotanya ialah Simferopol.
Pada akhir tahun 1917 di Krimea, setelah selama tahun-tahun bergolak Perang Saudara Rusia, akhirnya tercapai kemerdekaan Republik Rakyat Krimea.
Tetapi negara ini berumur pendek karena
pada Januari 1918, republik ini diduduki oleh Bolshevik, yang merupakan
kelompok radikal dari Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia
pimpinan Vladimir Lenin yang menghendaki cara-cara perubahan secara
revolusioner dengan pimpinan pusat yang ketat. Kelompok ini mendirikan Partai Komunis Rusia pada tahun 1912.
Pada tahun 1917, kelompok Bolshevik
bersama kaum buruh dan serdadu merah mengambil alih kekuasaan di Rusia
yang saat itu dibawah otokrasi Tsar Nikolai II. Peristiwa ini dikenal
sebagai Revolusi Bolshevik atau Revolusi Rusia.
Antara 1921 dan 1945 wilayah ini berada di Daerah Otonomi Krimea Republik Sosialis Soviet, yang termasuk bagian dari SFSR (Rossiiskaya Sovetskaya Federativnaya Sotsialisticheskaya Respublika) atau Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia.
Dari 1945, status otonom dicabut dan republik berubah ke Oblast Krims. Pada tahun 1954, Krimea secara keseluruhan selama pemerintahan Nikita Khrushchev wilayah ini ditransfer dari Rusia ke Ukraina.
Pada bulan Januari 1991 mayoritas penduduk melalui referendum menyerukan untuk pembentukan Republik Otonomi Krimea di dalam Uni Soviet.
Dengan runtuhnya Uni Soviet pada tahun
1991, Krimea menjadi bagian dari negara merdeka baru Ukraina, karena
sebagian besar etnis di Krimea didominasi etnis Rusia setelah program
transmigrasi dari Rusia hal ini menyebabkan beberapa ketegangan antara
Ukraina dan Rusia.
Pada tanggal 6 Mei 1992 parlemen di Simferopol mengambil konstitusi terpisah untuk Republik yang baru terbentuk dari Crimea.
Hal itu juga disepakati bahwa Republik Krimea sebagai sebuah republik otonom dalam Ukraina akan terus berlanjut.
Sejak itu Republik Krimea atau Republik Otonomi Qirim memiliki senjata dan bendera sendiri.
Presiden Barack Obama telah menyampaikan
kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa Rusia telah melanggar hukum
internasional dengan mengirimkan pasukan ke Ukraina.
Dalam sebuah pembicaraan telepon selama
90 menit pada Sabtu, Gedung Putih mengatakan, “Obama menyatakan
keprihatinan yang mendalam terkait pelanggaran nyata Rusia terhadap
kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina itu.”
Gedung Putih mengatakan, AS menangguhkan persiapan bagi sebuah pertemuan negara-negara industri di Rusia pada Juni mendatang.
“AS menyerukan kepada Rusia untuk
meredakan ketegangan dengan menarik kembali pasukannya ke pangkalan di
Crimea dan menahan diri dari campur tangan di wilayah lain di Ukraina,”
tegas pernyataan Gedung Putih.
Obama memperingatkan bahwa pelanggaran
kedaulatan Ukraina “akan berdampak negatif pada posisi Rusia dalam
komunitas internasional,” dan bahwa AS “akan menangguhkan partisipasi
dalam pertemuan untuk G-8 mendatang,” kata pernyataan itu.
Rusia raih kontrol
Pasukan Rusia memperkuat kontrol mereka
atas Crimea dan kerusuhan menyebar ke wilayah lain Ukraina, Sabtu. Para
demonstran pro-Rusia bentrok dengan para pendukung pemerintah baru
Ukraina dan mengibarkan bendera Rusia di atas gedung-gedung pemerintah
di beberapa kota.
“Ini mungkin situasi yang paling
berbahaya di Eropa sejak Soviet menginvasi Cekoslowakia tahun 1968,”
kata seorang pejabat Barat yang tidak mau disebut namanya.
“Secara realistis, kita harus
mengasumsikan Crimea berada di tangan Rusia. Tantangannya sekarang
adalah untuk mencegah Rusia mengambil alih wilayah berbahasa Rusia di
Ukraina timur,” lanjutnya.
Putin meminta parlemen untuk menyetujui
penggunaan pasukan “terkait situasi luar biasa di Ukraina, ancaman
terhadap kehidupan warga Federasi Rusia, rekan-rekan kita” dan untuk
melindungi Armada Laut Hitam di Crimea.
Majelis tinggi parlemen Rusia secara
cepat dan dengan suara bulat menyatakan “setuju” atas permintaan itu.
Hal itu ditayangkan langsung di televisi.
Negara-negara Barat pun bergegas memberi
tanggapan, tetapi hal itu sebatas pada kata-kata. Seorang pejabat AS
mengatakan, Menteri Pertahanan Chuck Hagel telah berbicara dengan mitra
Rusia-nya, Sergei Shoigu. Pejabat itu mengatakan, sejauh itu belum ada
perubahan dalam postur militer AS.
Kepala urusan luar negeri Uni Eropa,
Catherine Ashton, mendesak Moskwa untuk tidak mengirim tentara. Menteri
Luar Negeri Swedia, Carl Bildt, mengatakan, itu “jelas melanggar hukum
internasional”. Presiden Ceko Milos Zeman menyamakan krisis itu dengan
invasi tahun 1968 ke Cekoslowakia.
“(Ada) kebutuhan mendesak untuk meredakan
ketegangan di Crimea,” kata Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh
Rasmussen, lewat kicauan di Twitter. “Para sekutu NATO terus
berkoordinasi secara erat.”
Sementara itu, Putin mengatakan,
permintaannya terkait otorisasi penggunaan kekuatan di Ukraina akan
berlangsung “sampai terjadi normalisasi situasi sosial-politik di negara
itu”.
Justifikasinya, yaitu kebutuhan untuk
melindungi warga Rusia, sama seperti yang ia gunakan saat melancarkan
invasi ke Georgia tahun 2008.
Sejauh ini belum ada tanda-tanda aksi
militer Rusia di Ukraina di luar Crimea, satu-satunya wilayah negara itu
yang berpenduduk mayoritas etnis Rusia, dan sudah sering menyuarakan
niat untuk memisahkan diri.
Sementara itu di Independence Square
di pusat kota Kiev, di mana para demonstran telah berkemah selama
berbulan-bulan saat melawan Yanukovich, sebuah film Perang Dunia II
tentang Crimea sedang ditampilkan di layar raksasa, ketika Yuri
Lutsenko, mantan menteri dalam negeri, menyela untuk mengumumkan
keputusan Putin. “Perang telah tiba,” kata Lutsenko. Ratusan warga
Ukraina di alun-alun itu pun bernyanyi, “Kemuliaan bagi para pahlawan.
Kematian bagi para penjajah”. (kompas.com)
Photo Gallery:
Ukraine’s Odessa joins massive pro-Russian rallies across Southeast
NATO countries unleashed forces of nationalism & fear in Ukraine
Kiev Riot: Deadly clashes between protesters & police continue overnight
Putin’s proposal to deploy forces in Ukraine approved by Russian senators
0 komentar:
Posting Komentar